Pengolahan Sampah Warnai Panasonic Eco Kideas SDN Langensari

Yogyakarta- Pekan ini pembelajaran lingkungan hidup Panasonic Eco Kideas kedua di Yogyakarta dimulai. Berbagai program lingkungan telah disusun oleh tiap sekolah yang berpartisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakan atas kerjasama Tunas Hijau dan Panasonic Indonesia itu. SDN Langensari menjadi sekolah pertama yang didatangi Tunas Hijau untuk mengawali program pembelajaran lingkungan hidup kedua, Rabu (31/10). 

“Siapa yang tahu bedanya membuang sampah pada tempatnya dengan mengolah sampah pada tempatnya?” tanya aktivis Tunas Hijau Diofan kepada seluruh peserta pembelajaran. Sontak, sebagian besar peserta tampak keheranan memikirkan beda antara membuang dan mengolah dalam penanganan sampah. “Kalau membuang itu lebih gampang dilakukan daripada kita mengolah sampah, Kak,” ungkap sebagian besar peserta.

Siswa SDN Langensari Yogyakarta melakukan pemilahan sampah saat pembelajaran lingkungan hidup Panasonic Eco Kideas bersama Tunas Hijau

Apabila kita cermati, kedua kata tersebut memiliki makna mendalam jika diaplikasikan di kehidupan nyata. Sampah merupakan masalah klasik yang dihadapi kota besar seperti Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Bandung dan Medan. Bila diteliti lagi, kita hanya puas untuk dapat membuang sampah di tempat sampah yang sudah disediakan. “Sama halnya kita hanya memindahkan masalah sampah kepada orang lain,” ujar Diofan.

Berbeda lagi apabila kita melakukan pengolahan sampah dimulai dengan pemilahan sampah pada sumber sampah. Dengan melakukan pengolahan tersebut maka sama halnya kita telah menyikat habis permasalahan sampah di tangan kita sendiri tanpa harus dipindahkan kepada orang lain. “Awal mula pengolahan sampah yang baik dimulai dengan cara memilah sampah yang baik,” terang Diofan.

Pada saat pembelajaran Panasonic Eco Kideas kedua ini peserta diajak berburu jenis sampah daun, kertas, dan plastik. “Nanti masing-masing tim akan mendapatkan 1 keranjang sampah yang berfungsi untuk menampung sampah di sekitar sekolah. Sekarang tugas Adik-adik yaitu memenuhi keranjang ini dengan sampah yang berada di sekitar sekolah,” pinta Diofan kepada peserta. Dalam sekejap para siswapun berlari mencari sampah yang menjadi sasaran. Terhitung kurang dari 10 menit, keranjang yang diberikan penuh dengan sampah.

“Masing-masing tim sudah dapat sampahnya. Hal yang akan kita lakukan setelah ini apa?” tanya Diofan kepada peserta. Sontak para peserta pun menjawab “Dipilah sesuai dengan jenisnya, Kak.” Hal yang menarik untuk disimak adalah ketika ketiga jenis sampah tersebut sudah terpilah dengan baik ada sebagian siswa yang mengusulkan agar sampah daun yang telah terkumpul dimasukkan ke dalam lubang resapan biopori.

Lubang resapan yang dibuat oleh SDN Langensari terlihat terawat dengan baik. Bila diamati di lapangan, lubang resapan tersebut menjadi tempat hidup hewan-hewan kecil seperti jangkrik, semut, cacing, dan bakteri pengurai tanaman. “Sampah organik yang sudah menjadi kompos di dalam biopori ini 3 hari kemarin telah dipanen,” ujar Gatot, kordinator guru dalam program ini.

Karena itu, momen pembelajaran kedua ini digunakan dengan baik sebagai media pembelajaran aplikatif dan edukatif dengan keberadaan biopori yang sudah dipanen. “Coba lihat di dalam biopori ini terdapat banyak hewan. Itu berarti biopori ini bermanfaat untuk keberlangsungan hewan ini. Secara otomatis kita juga telah berperan kecil dalam menjaga keanekaragaman hayati di sekitar kita,” tegas Diofan Kurnia Jati. (dio)