Pengolahan Sampah Dan Urban Farming di SMPN 15

Surabaya- Mati Suri tidak hanya terjadi pada manusia saja, tetapi juga pada program lingkungan hidup SMPN 15. Pasalnya program lingkungan SMPN 15, meskipun banyak, tetapi banyak pula yang tidak berjalan atau berhenti. Hal ini terekam dalam pembinaan lingkungan bersama Tunas Hijau di sekolah  yang berada di kawasan jembatan Suramadu tersebut, Senin (21/01). 

Siswa SMPN 15 Surabaya menerapkan pemilahan sampah saat pembinaan lingkungan hidup, Senin (21/1)

“Banyak program lingkungan hidup kami yang sudah direncanakan tidak berjalan. Bahkan ada program lingkungan yang sudah berjalan tetapi secara perlahan sudah tidak diteruskan. Seperti contohnya pemilahan sampah. Dahulu anak-anak gencar meneriakkan ayo pilah sampah,” ujar Rachel Yunitasari, siswa kelas 8B, kepada Tunas Hijau.

Tidak hanya pemilahan sampah, beberapa program lingkungan pun tidak berhasil direalisasikan tahun lalu. Diantaranya bank sampah, pengolahan sampah dan pengomposan. Dalam pembinaan ini, Tunas Hijau mencontohkan pemilahan sampah yang benar kepada mereka. Dengan mengajak mereka berkeliling sekolah, satu per satu kelas diperiksa pemilahan sampahnya.

Sampah kertas dan sampah botol di sekolah sebaiknya dipilah saja. Sampah kertas sangat banyak dihasilkan warga sekolah dan bisa dengan mudah diolah lebih lanjut

”Banyak dari kalian yang salah mengartikan tentang contoh sampah basah dan sampah kering. Saya beritahu bahwa sampah basah itu seperti sampah organik dan daun-daunan. Sedangkan untuk sampah kering adalah seperti kertas, plastik dan kertas minyak. Jadi pada intinya pemilahan sampah kalian masih terbalik,” ujar Anggriyan, aktivis Tunas Hijau, kepada tim lingkungan bernama Permata Hijau ini.

Pengecekan biopori pun dilakukan karena kader lingkungan mempunyai banyak lubang resapan biopori. Namun, sayangnya, lubang resapan biopori yang ada di sekolah tidak pernah diisi sampah organik di dalam pipa tersebut. Menurut Diozata Revalino, siswa, lubang biopori di sekolah ada 20 lubang tetapi dua puluh lubang tersebut ada yang tertimbun tanah. “Ada yang masih kosong belum diisi sampah organik sama sekali,” ujar Diozata Revalino, siswa kelas 8A.

Dengan sigap, kader lingkungan yang lain pun segera mencari dan mengumpulkan sampah organik yang ada di sekolah. ”Mulai hari ini, kami akan mengecek lubang resapan biopori, dan membuat jadwal untuk pengisian lubang biopori tersebut. Kami juga akan mulai menambah membuat lubang resapan biopori baru. Paling tidak satu minggu kami akan membuat 5 lubang biopori baru,” ujar Habib Fatchurosadhi, siswa kelas 8F.

Kompos dari pengolahan sampah organik di SMPN 15 Surabaya

Sementara itu, tim lingkungan hidup Permata Hijau ini juga diajak untuk melakukan pembibitan tanaman produktif seperti sawi, kangkung dan cabai. Pembibitan dilakukan di dalam green house sekolah. Dalam pembibitan ini, mereka diminta untuk mengisikan terlebih dahulu tanah yang sudah bercampur pupuk ke dalam polibag.

”Kami akan mencoba untuk menanam tanaman sawi dan kangkung. Tidak hanya itu, kami juga akan memulai untuk mengisi kolam ikan tersebut dengan benih ikan lele,” ucap Satria Pujiansyah kepada Tunas Hijau. Kabar baiknya, sekolah ini memiliki kolam ikan yang baru. Kolam ikan, yang baru sekitar 3 bulan lalu ini, ditaburi 1000 benih ikan lele sejak pertama kali membuatnya. 2 minggu yang lalu ikan lele bisa dipanen dan menghasilkan sebanyak 8 kg.  (ryan)