Pembinaan Lingkungan Hidup di SMAN 13

Surabaya- Program pembibitan tanaman terong dan tomat milik warga SMAN 13 sempat mati karena pembangunan sarana kolam ikan lele di sekolah. Hal tersebut disampaikan oleh Istiqomah, guru lingkungan hidup, kepada Tunas Hijau saat pembinaan lingkungan di sekolahnya, Kamis (14/2). 

Sebelumnya, siswa sudah merasa senang karena pembibitannya mulai tumbuh besar. ”Namun, karena adanya aktivitas pembuatan kolam ikan lele, jadi ada material bangunannya yang mengenai lahan pembibitan siswa. Akibatnya beberapa bibit tanaman mati karena tertimpa material tersebut,” ujar Istiqomah, pengajar kelas 10 pelajaran Biologi ini.

Pembibitan ini menggantikan bibit tanaman yang sebelumnya sudah mati karena pembangunan gedung sekolah

Melihat permasalahan tersebut, untuk mengobati luka siswa akibat tanamannya mati, Tunas Hijau mengajak mereka untuk memulai dari awal melakukan pembibitan. Kali ini bibit tanaman yang akan ditanam adalah bibit tanaman tomat dan cabai. Antusiasme siswa seakan sumringah diajak mengganti tanamannya.

”Sekarang saya mau ajak kalian untuk melakukan pembibitan tomat dan cabai. Namun, kali ini agak sulit dalam perawatannya,” ujar Anggriyan Permana, aktivis Tunas Hijau, sambil menunjukkan bibitnya. Satu persatu polibag yang tidak ada tanamannya dibongkar. Tanah yang ada di dalam polibag dikeluarkan untuk digemburkan lagi.

”Kalau mau membibit tanaman tomat dan cabai ini kalian harus mulai dari awal lagi menggemburkan tanah, lalu merawatnya harus rutin. Tanaman tomat itu tergolong tanaman manja. Kalau tidak disiram selama 2 hari saja, tanaman tersebut akan mati,” imbuh Anggriyan Permana.

Dalam pembinaan lingkungan ini, tidak hanya mengajak mereka melakukan pembibitan saja, Tunas Hijau juga mengajak mereka untuk memanfaatkan banyaknya sampah kertas yang ada di sekolah. “Saya akan mengajak kalian memanfaatkan sampah kertas ini untuk didaur ulang menjadi kertas baru lagi,” ujar Anggriyan, aktivis Tunas Hijau.

Satu tumpuk kardus penuh sampah kertas pun didapat siswa kader lingkungan yang berjumlah 60 orang ini dari ruangan Tata Usaha  (TU) sekolah dan ruang kelas siswa. Dengan menggunakan kertas bekas tersebut sebagai tiket untuk mengikuti kegiatan daur ulang kertas ini. Antusiasme siswa terlihat penasaran ingin mencoba membuat daur ulang kertas tersebut.

Seperti yang disampaikan Andini Larasati, bahwa sudah sejak lama dirinya menginginkan adanya materi daur ulang kertas ini. ”Saya sudah ingin banget membuat kertas daur ulang ini, akan saya gunakan untuk membuat scrab book atau notes,” jelas Andini, siswa kelas 11.

Tidak hanya Andini, Istiqomah, guru lingkungan hidup pun merasa penasaran dan ingin mencobanya. Istiqomah kemudian menanyakan kepada Tunas Hijau seputar pengalamannya yang juga sudah pernah membuat kertas daur ulang sebelumnya. ”Lho kak, kok tidak pakai lem pada pembuatan kertas daur ulang ini. Kenapa?” tanya Istiqomah kepada Tunas Hijau.

Menjawab pertanyaan guru lingkungan tersebut, Anggriyan menerangkan bahwa sebenarnya daur ulang ini tidak pakai lem sebagai perekatnya, melainkan memanfaatkan air sebagai perekatnya. ”Kalau pakai lem nanti hasilnya kertasnya akan kaku dan lengket. Sampah kertas yang didaur ulang ini juga sudah mengandung lem,” ujar Anggriyan.

Aktivis Tunas Hijau ini menyarankan untuk mengarahkan program lingkungan hidup ke arah yang berkelanjutan yang bisa dimanfaatkan untuk melatih jiwa siswa dalam berwirausaha. “Salah satu contohnya ya dengan program daur ulang kertas dan pembibitan tanaman terong, cabai dan tomat tadi,” ucap Anggriyan.

Selanjutnya, tambah Anggriyan, tinggal menyesuaikan dengan kebutuhan warga sekolah saja. Kalau siswa membutuhkan tempat pensil dan kertas, maka kader lingkungan yang sudah harus peka menyediakan tempat pensil yang terbuat dari daur ulang sampah plastik, atau kertas dari kertas daur ulang. ”Dengan begitu, maka kader lingkungan tidak hanya menjalankan program lingkungan saja, tetapi juga melatih jiwa wirausaha mereka,” ucap Anggriyan Permana. (ryan)