Pembinaan Lingkungan Hidup di SMPN 43

Surabaya- Program pengomposan yang digagas kader lingkungan SMPN 43 Surabaya sejak satu bulan lalu kini mulai terlihat hasilnya. Hal ini dapat dilihat dari 7 kantong plastik berukuran 1 kg yang diisi penuh pupuk kompos buatan mereka sendiri. 

Siswa SMPN 43 Surabaya menunjukkan kompos yang baru mereka panen di sekolah

Uniknya, 7 kantong plastik yang berisi pupuk kompos itu merupakan sebagian kecil kompos yang sudah dipanen oleh kader lingkungan. Hal ini disampaikan Dewi Umaya, siswa kelas 8 ini saat pembinaan lingkungan hidup di sekolahnya bersama Tunas Hijau, Jumat (15/02).

Menurut Dewi, biasanya pengomposan dilakukan oleh siswa dengan menggunakan media tong aerob. ”Namun karena kami tidak memiliki tong aerob, jadi kami memakai tempat sampah sebagai medianya. Hasilnya, meskipun dengan cara sederhana, kami bisa menghasikan pupuk kompos,” ujar Dewi Umaya, siswa kelas 8 ini.

Dalam pembinaan lingkungan ini, Tunas Hijau mengajak 60 orang kader lingkungan sekolah yang berada di Jalan Raden Saleh ini untuk mencari potensi lingkungan di sekolah mereka. Disampaikan oleh Anggriyan Permana, aktivis Tunas Hijau, bahwa potensi sekolah akan berguna untuk membantu kader lingkungan mengembangkan program lingkungannya.

”Salah satu potensi lingkungan sekolah kalian adalah adanya kolam ikan lele. Dengan potensi tersebut kalian bisa mengembangkan menjadi wirausaha atau bisnis di bidang lingkungan yang menghasilkan uang,” ujar Anggriyan.

Menanggapi pembahasan Tunas Hijau, Dewi Umaya mengungkapkan potensi lingkungan sekolah yang lainnya. “Yang saya ketahui, potensi lingkungan sekolah saya diantaranya ada pengomposan yang baru saja dipanen dan pembibitan tanaman terong, cabai dan tomat,” tutur Dewi Umaya.

Sementara itu, kendala pun muncul dari program pembibitan tanaman terong, cabai dan tomat. Kader lingkungan sangat kaget melihat pembibitan mereka kering. Dijelaskan oleh Cynthia Bella, siswa kader lingkungan, bahwa pembibitan kering terebut karena jarang ada yang merawat pembibitan  tersebut.

”Karena letak pembibitannya di atas ruang guru, anak-anak jadi ogah-ogahan buat sekedar menyiram. Belum lagi kondisi tempatnya yang tertutup sehingga pembibitan tersebut tidak banyak terkena sinar matahari,” ucap Cynthia Bella, siswa kelas 8 ini.

Berniat memperbaiki, Tunas Hijau mengajak kader lingkungan untuk memulai lagi melakukan pembibitan terong. “Langkah awal gemburkan lagi tanah yang sudah kering ini, lalu tanam bibit tanamannya,” terang Anggriyan.

Dengan memanfaatkan polibag bekas tanaman yang sudah mati, mereka mulai menanam lagi benih tanaman terong yang diperoleh dari biji tanamannya langsung. Kader lingkungan ini merencanakan untuk mengembangkan program pengomposan dan pembibitan tanaman terong menjadi satu wirausaha yang bisa menghasilkan uang.

”Kami akan mengemas pupuk kompos yang sudah jadi dan siap pakai ini, lalu akan kami pasarkan kepada guru-guru di sekolah,” ujar Auriellia Laksmi, siswa kelas 7 ini. Sedangkan untuk pembibitan tanaman terongnya, setelah tanaman terongnya sudah bisa dipanen, akan segera dipasarkan kepada penjual makanan di kantin sekolah. Mudjianto, guru SMPN 43, menyatakan tertarik dengan ide yang diutarakan siswanya. ”Saya akan berusaha untuk mendukung setiap ide yang disampaikan oleh anak-anak,” ucap Mudjianto. (ryan)