Workshop Lingkungan Hidup di SMAN 10

Surabaya- Waka Kesiswaan SMAN 10 Surabaya Maryono mengeluhkan penurunan kualitas program lingkungan hidup yang dilakukan di sekolahnya. Diantaranya tanaman dan pembibitan yang kurang terawat, kolam ikan yang keruh dan komposter yang terbengkalai, yang kesemuanya akibat dari kurangnya rasa peduli dan tanggung jawab warga sekolah. 

Pembuatan lubang resapan untuk mencegah banjir dan mengomposkan sampah organik dilakukan pada workshop lingkungan hidup di SMAN 10 Surabaya, Kamis (7/2)

“Seharusnya, kebersihan serta kepedulian lingkungan harus menjadi tanggung jawab dan perhatian warga sekolah, jadi bukan hanya tukang kebun atau OSIS saja,” tukas Maryono pada sambutan yang disampaikan pada pembukaan workshop lingkungan hidup bersama Tunas Hijau, Kamis (7/2). Workshop ini diikuti oleh 60 siswa perwakilan kelas.

Pernyataan Maryono pun diiyakan oleh salah satu guru Biologi di sekolah ini. “Memang, Mas. Untuk tanaman dan pembibitan di sekolah ini memang belum tertata untuk saat ini, tapi sementara ini kami juga sudah mulai membudidayakan tanaman anggrek, Mas,” tambah Maryono.

Usai sambutan dari pihak sekolah, kegiatan workshop kemudian dilanjutkan dengan pemberian materi yang dilakukan oleh Ali Felyndra, aktivis Tunas Hijau. Dalam materi tersebut disampaikan mengenai akibat-akibat dari kerusakan lingkungan yang telah terjadi di dunia secara global dan sekitar. Disampaikan pula cara mengatasi berbagai permasalahan lingkungan hidup yang terjadi dan beberapa contoh sekolah yang telah berhasil membudayakan program–program lingkungan.

“Ini adalah beberapa contoh degradasi lingkungan yang telah terjadi di lingkungan global. Misalnya disini ada perbedaan suhu yang sangat ekstrim di kedua kutub bumi, serta kenaikan tinggi air laut yang diakibatkan oleh mencairnya es di kutub akibat pemanasan global,” ujar Ali.

Siswa juga diajak untuk melakukan aksi nyata di sekitar sekolah dan mempresentasikan ide–ide mereka untuk kegiatan penghijauan di sekolah. “Mas, di sekolah tuh kalau hujan kan sering banjir, tapi kenapa ya kok banjirnya tuh lama hilangnya?” tanya Amalia Fatayati, salah satu siswa peserta workshop.

“Di sekolah ini ada resapan biopori? Kalau belum, lubang resapan itu bisa digunakan untuk mempercepat hilangnya banjir. Bukan untuk menghindari banjir tapi untuk mempercepat resapan air agar banjirnya cepat hilang,” jawab Ali Felyndra. Siswa pun diajak untuk membuat resapan biopori di halaman sekolah mereka.

Penghijauan dengan menggunakan media polibag juga dilakukan pada workshop ini

Namun kendala yang muncul pada pembuatan tersebut adalah munculnya air dalam lubang resapan yang mereka gali. “Nanti lubang resapan ini kalian isi dengan sampah organik. Jadi, selain jadi lubang resapan, nantinya sampah organik itu akan menjadi kompos dan menjadi sumber makanan fauna di dalam tanah,” tambah Ali.

Selain membuat lubang resapan, siswa juga diajak untuk melakukan pemindahan tanaman yang tidak terawat. “Tanaman yang ditanam bersamaan seperti ini kurang baik bagi tanaman itu sendiri, karena unsur hara yang ada di dalam tanah tersebut nantinya akan menghambat pertumbuhan tanaman itu bahkan nanti bisa mati,” tambah Ali.

Setelah kegiatan outdoor, acara workshop dilanjutkan dengan pemaparan presentasi yang dilakukan oleh siswa peserta workshop. Namun karena para siswa tidak ada yang berani maju, maka presentasi diwakili oleh ketua dan pengurus OSIS SMA Negeri 10. Nilam Sari, ketua OSIS, dan pengurus OSIS Muh. Rafli Affandi, merencanakan pembuatan slogan penghijauan untuk meningkatkan kepedulian warga sekolah pada lingkungan hidup. (reza)