Kunjungi TPA Benowo, Peserta Workshop YEP Terkejut Dengan Tingginya Tumpukan Sampah

SURABAYA- Kunjungan ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Benowo yang menjadi salah satu tujuan field trip (kunjungan lapangan) Workshop Lingkungan Hidup Young Eco People (YEP) gelombang II, Sabtu (9/3), menjadi momen yang mengharukan bagi peserta workshop yang diselenggarakan Tunas Hijau bersama Pemerintah Kota Surabaya ini. Tidak terkecuali Tania Pungky, siswa kelas XI SMAN 8 Surabaya. 

Tumpukan sampah yang diratakan dengan alat berat di TPA sampah Benowo dan para pemulung sampah
Tumpukan sampah yang diratakan dengan alat berat di TPA sampah Benowo dan para pemulung sampah

Menurut Tania Pungky, setelah mengunjungi lahan seluas 37 hektar itu, kondisi tumpukan sampahnya sudah sangat tinggi. “Saya sangat kaget dengan kondisi tempat penampungan sampah dari seluruh Surabaya itu. Saya gak menyangka bahwa sampah yang diantaranya saya hasilkan bisa membentuk gunungan setinggi itu,” kata Tania Pungky.

Dengan kondisi TPA Benowo yang seperti itu, menurut Tania yang menjadi penggerak program lingkungan hidup di SMAN 8 Surabaya, bakal bisa menjadi keajaiban dunia yang berikutnya. “Wow banget pokoknya. Sumpah tinggi banget. Itu masih di Surabaya, bagaimana dengan kondisi TPA sampah untuk menampung sampah warga Jakarta dengan jumlah penduduk yang lebih banyak,” ujar Tania Pungky.

Tanda tanya besar muncul di benak Tania saat mengunjungi TPA Benowo. “Sampah begini banyaknya mau dikemanakan. Kalau mau dibakar juga tidak mungkin karena hanya akan menambah polusi udara yang sangat banyak juga,” kata Tania. Sedangkan bila ditimbun saja, maka di Surabaya dan hampir setiap kota/kabupaten akan terus bermunculan gunungan sampah yang terus tinggi.

Peserta Workshop Young Eco People melakukan wawancara kepada pemulung sampah di TPA Benowo, termasuk yang sedang makan dan minum di warung di dalam TPA Benowo
Peserta Workshop Young Eco People melakukan wawancara kepada pemulung sampah di TPA Benowo, termasuk yang sedang makan dan minum di warung di dalam TPA Benowo

Di TPA Benowo itu para peserta workshop diajak mengunjungi beberapa tempat seperti tempat pengolah air lindi atau cairan sampah. “Saya juga baru tahu bahwa sampah menghasilkan cairan yang sangat banyak. Bila langsung dibuang ke sungai, maka akan mencemari sungai karena melebihi baku mutu air sungai,” kata Tania. Tahapan pengolahannya dengan filterisasi dan pengendapan.

Eka Sumarlin, peserta workshop dari SMKN 12 Surabaya, mengatakan bahwa jumlah pemulung sampah yang beroperasi di TPA Benowo sudah berkurang dari tahun sebelumnya. “Saat ini jumlah pemulungnya 400 sampai 500 pemulung sampah. Sedangkan jumlah pemulung tahun-tahun sebelumnya lebih dari 1000 orang,” kata Sumarlin.

Menurut data yang didapatkan Sumarlin melalui wawancara, hampir semua sampah non organik bisa menghasilkan uang. “Sampah sterofoam tidak menghasilkan uang,” kata Sumarlin. Menurutnya, mereka lebih memilih mengumpulkan sampah botol. Botol plastik sendiri, botol beling (gelas/kaca) sendiri,” katanya.

Peserta Workshop Young Eco People mengamati air lindi atau cairan sampah yang mengalir di tepi jalan
Peserta Workshop Young Eco People mengamati air lindi atau cairan sampah yang mengalir di tepi jalan

Para pemulung di TPA Benowo juga mengumpulkan sampah karet bekas sandal. “Mereka juga mengumpulkan sampah ban-ban bekas. Per kilogramnya 20.000 rupiah untuk sampah ban bekas,” terang Sumarlin. Menurutnya, kesehatan para pemulung sampah di TPA Benowo itu sangat terancam.

Setelah kunjungan lapangan ke TPA Benowo itu, Sumarlin menyatakan akan semakin giat untuk melakukan upaya mengurangi sampah non organik. Diantaranya dengan selalu membawa botol minuman sendiri dari rumah yang bisa terus digunakan. “Saya sudah membawa botol minuman sendiri dalam beberapa tahun terakhir. Saya akan menggiatkannya lagi,” kata Sumarlin. (ron)