Main Ular Tangga Sembari Belajar Pengolahan Sampah di PonPes Darussalam Behji
SURABAYA- Pesantren Darussalam Behji dibuat gempar oleh permainan ular tangga lingkungan berukuran 5 x 5 meter Tunas Hijau. Pasalnya, mereka baru melihat ada permainan ular tangga yang bisa langsung dimainkan oleh manusia sebagai bidaknya. Ular tangga bertema sampah tersebut digunakan Tunas Hijau untuk mempromosikan program Eco Pesantren di pondok tersebut, Selasa (19/3). Karena menjadi pusat perhatian para santri, ular tangga lingkungan langsung menjadi jujukan santri yang sedang istirahat untuk memainkannya.
Beragam respon positif pun dilontarkan oleh para santri tentang promo kegiatan Eco Pesantren melalui ular tangga ini. Salah satunya, Miftahul Ilmi, santri kelas 3 SMA ini mengaku baru pertama kali memainkan ular tangga raksasa yang memiliki informasi lingkungannya ini. “Rasanya seperti belajar mengenal sampah tetapi dengan cara bermain ular tangga. Dari permainan ini saya bisa mengetahui cara mengolah sampah organik tersebut dijadikan pupuk kompos,” ujar Miftahul Ilmi.
Lain halnya dengan informasi yang diperoleh oleh Muhammad Ridwan, santri kelas 8 SMP, yang mengungkapkan kegembiraannya dapat bermain ular tangga dengan menggunakan badannya sebagai bidak. “Saya senang bisa bermain ular tangga ini untuk yang pertama kali. Lebih senang lagi karena saya jadi tahu kalau sampah yang non organik tersebut bisa diolah dengan dikumpulkan, kemudian dijual,” ucap Muhammad Ridwan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh santri tersebut, Tunas Hijau berhasil menggali fakta lingkungan yang ada di pesantren dengan jumlah santri 350 orang ini. Menurut penuturan Anggriyan Permana, aktivis Tunas Hijau, bahwa faktanya adalah tidak adanya tempat pembuangan sementara untuk sampah yang dihasilkan oleh santri membuat sampah tersebut terkesan ditumpuk saja. “Setiap harinya sebanyak 13 tong sampah penuh sampah dibuang di belakang lapangan yang bisa digunakan untuk santri sepak bola,” ungkap Anggriyan.
Uniknya, meskipun terkesan dibuang begitu saja di belakang lapangan, para santri ini masih melakukan pemisahan antara sampah organik dan non organik. “Meskipun dibuang begitu saja di belakang lapangan, tetapi mereka memisahkan antara sampah organik dan non organik. Menurut mereka, agar tidak menimbulkan bau busuk. Karena setelah dibuang atau ditumpuk, tidak ada pengolahan lanjutannya, sehingga sampah tersebut berpotensi menjadi gunungan sampah,” imbuh Anggriyan.
Menindaklanjuti permasalahan lingkungan tersebut, dalam pembinaan Eco Pesantren ini, Tunas Hijau berencana untuk mengajak mereka mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos dan non organik menjadi program bank sampah. “Saya akan mengajak kalian untuk mengolah sampah organik ini menjadi kompos, sedangkan non organiknya bisa dikumpulkan saja nanti. Tetapi tunggu saat ada pembinaan ya,” tutur Anggriyan. Untuk sementara ini, silahkan kalian mengumpulkan terlebih dahulu sampah non organik seperti botol dan kertas untuk dijual,” cetus Anggriyan kepada para santri ini. (ryan)