Pembinaan Lingkungan Hidup di SMPN 1 Tuban
TUBAN- SMP Negeri 1 Tuban memiliki banyak lubang resapan biopori, namun belum pernah ada kompos yang mereka panen dari lubang resapan itu. Pasalnya, tidak satupun dari banyaknya lubang biopori di sekolah tersebut yang diisi dengan sampah organik. Fakta tersebut ditemukan Tunas Hijau saat menggelar pembinaan lingkungan hidup di sekolah ini, Selasa (5/3).
Menurut penuturan Yoen Setyastoeti, guru pembina lingkungan hidup, bahwa terdapat sekitar 50 lebih lubang resapan biopori yang sudah terpasang di tepi-tepi sekolah. “Karena persiapan kami yang mepet, jadinya kami hanya tahu kalau membuat lubang resapan biopori saja, soal harus dimasukkan sampah organik kami tidak tahu,” ujar Yoen Setyastoeti.
Mengetahui permasalahan tersebut, Anggriyan, aktivis Tunas Hijau, mengajak 40 kader lingkungan hidup untuk mengisi lubang biopori tersebut dengan sampah organik. Ajakan aktivis Tunas Hijau ini langsung ditanggapi oleh Ajeng Ihza Devi, salah seorang siswa kader lingkungan yang langsung mencari sampah organik di tempat sampah di depan kelas.
Hal ini memancing kader lingkungan yang lainnya untuk melakukan hal yang sama. “Wah, Kak, saya enggak tahu kalau ternyata lubang biopori ini harus diisi oleh sampah organik. Kalau begitu saya akan ajak teman-teman untuk mengisinya mulai besok. Supaya bisa cepat panen kompos,” tutur Ajeng Ihza, siswa kelas 7A.
Dalam pembinaan ini, air dan energi menjadi isu lingkungan yang dibahas oleh Tunas Hijau. Dengan dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok energi yang didampingi Aulia Majid Auidia Huda, aktivis Tunas Hijau, mengajak mereka untuk mengukur penggunaan energi yang ada di sekolah. Benar saja, mereka mendapatkan temuan menarik bahwa meskipun dalam keadaan mati, tetapi kalau kabel TVnya tidak dilepas, maka TV tersebut masih membutuhkan energi listrik.
“Kalau kabelnya belum dicabut, meskipun mati keadaannya TV tersebut masih membutuhkan 10 watt listrik,” ucap Aulia Majid sambil menunjukkan hasil watt meter-nya. Satu persatu ruangan yang memiliki peralatan listrik dicek, karena sudah mengetahui faktanya, maka merekapun langsung mencabut kabel semua peralatan listrik yang sudah mati.
Tidak hanya energi saja, satu kelompok lainnya diajak Tunas Hijau untuk menguji kualitas air yang ada di sekolah menggunakan alat water monitoring kit. “Ayo kita coba menguji kualitas air kolam di sekolah kalian,” ujar Anggriyan, aktivis Tunas Hijau. Seperti melihat hal baru dalam mempelajari lingkungan, antusiasme mereka pun meningkat cepat.
Dengan segera mereka mencoba melakukan praktek pemantauan kualitas air seperti yang dicontohkan oleh Anggriyan, aktivis Tunas Hijau. “Wah, benar-benar ajaib, alat sekecil ini bisa melihat suhu air, kandungan oksigen didalam air dan pHnya. Ternyata pH air kolam adalah 8, sedangkan kandungan oksigennya adalah 4 ppm dengan suhu air 28 celcius,” ujar Mutiara Aulya, siswa kelas 7C.
Gayung bersambut diberikan oleh Kepala SMPN 1 Imam Chambali yang berencana untuk melakukan penghijauan di sekolah. Polusi udara menjadi salah satu alasan memperbanyak penghijauan. “Saya berencana untuk menambah penghijauan dengan menanam sansivera atau puring sebanyak 200 pot. Sansivera kan tanaman yang bisa memecah polusi udara,” kata Imam Chambali.
Tidak hanya itu, kader lingkungan sekolah ini juga berharap bisa mengajak siswa yang lainnya untuk peduli lingkungan. Dukungan kepala sekolah juga siap diberikan. “Saya akan mendukung setiap kegiatan lingkungan yang dilakukan oleh kader lingkungan hidup baik materi maupun motivasi,” imbuh Imam Chambali. (ryan)