Pengenalan Sampah dengan Ular Tangga di Pesantren Al Baidhlowi

SURABAYA- Mengajak anak kecil untuk memahami lingkungan bukanlah pekerjaan mudah. Hal tersebut dialami Tunas Hijau saat menggelar pembinaan lingkungan hidup Eco Pesantren di Pondok Pesantren Al-Baidhlowi Surabaya, Kamis malam (21/3). Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Tunas Hijau untuk mengajak mereka mengenal kondisi lingkungan hidup pondok pesantrennya. 

Santri Pesantren Al Baidhlowi Surabaya diajak mengenal lingkungan hidup dengan bermain ular tema sampah
Santri Pesantren Al Baidhlowi Surabaya diajak mengenal lingkungan hidup dengan bermain ular tema sampah

Dengan menggunakan media permainan ular tangga lingkungan, santri diajak untuk lebih mengenal lingkungan dengan membaca informasi lingkungan yang ada pada setiap kotak ular tangganya. Seperti yang disampaikan Muhammad Ageng, anggota Young Eco People Tunas Hijau bahwa pemenang permainan ini akan mendapatkan hadiah stiker lingkungan.

“Ayo, Adik-Adik yang bisa sampai angka 100 duluan, kakak beri stiker lingkungan. Tetapi, informasi lingkungan yang ada di setiap kotaknya harus dibaca keras,” jelas Ageng, siswa SMKN 3 Surabaya ini. Mendengar iming-iming tersebut, sedikitnya 10 santri yang terlibat dalam pembinaan ini tampak begitu sumringah. “Asyik bisa main ular tangga raksasa, ditambah dapat stiker lingkungan pula,” ucap Ainul Yakin, santri kelas 4 SD, sambil tersenyum.

Tidak hanya diajak untuk bermain permainan ular tangga, para santri yang rata-rata berusia sekolah dasar ini diajak untuk mengenali jenis sampah yang ada di pondok pesantrennya. Dalam satu kotak di permainan ular tangga, terdapat satu tantangan yang meminta agar santri mencari sampah non organik sebanyak 5.

“Permainan selanjutnya adalah silahkan kalian mencari sedikitnya 5 jenis sampah non organik yang ada di sekitar pondok, yang bisa kakak kasih stiker lingkungan ini,” ucap Ageng sambil menunjukkan stikernya. Tanpa dipandu, mereka pun langsung mencari sampah non organik yang ada di sekitar pondok.

Menurut penuturan Fahrian Dwi Firmasnyah, sampah botol dan plastik pembungkus es banyak ditemui di sekitar pondok pesantren ini. “Kalau sampah plastik banyak, Kak. Saya saja belum setengah jam bisa mendapatkan 10 jenis sampah nonorganik khususnya sampah plastik. Para santri ini lantas belajar untuk mengelompokkan jenis sampah yang bisa dimanfaatkan kembali dan yang sudah menjadi sampah.

“Kak, saya baru saja mengumpulkan sampah gelas plastik, botol dan sampah tas kresek dan sampah bungkus makanan,” ujar Fahrian Dwi. Anggriyan, aktivis Tunas Hijau, pun langsung menantang  mereka untuk membuat produk kreasi mereka sendiri. (ryan)