Pesantren Taqwimul Ummah Rencanakan Pengolahan Sampah dan Urban Farming
SURABAYA- Pemilahan sampah menjadi hal baru yang didapatkan oleh sedikitnya 20 orang santri Pondok Pesantren Taqwimul Ummah Surabaya. Pasalnya, pemilahan sampah mereka lakukan dalam pembinaan lingkungan hidup Eco Pesantren bersama Tunas Hijau di pesantrennya, Sabtu (22/3). Sebelumnya, Para santri ini diajak untuk membahas perilaku ramah lingkungan yang bisa dilakukan di pesantren.
Melalui sebuah permainan singkat, Tunas Hijau membagikan lembaran kertas berisi gambaran perilaku ramah lingkungan di rumah dan sekolah. “Seperti contohnya perilaku ramah lingkungan yang bisa dilakukan itu adalah memisahkan antara sampah organik dan sampah non organik di lingkungan pesantren,” ucap Anggriyan, aktivis Tunas Hijau.
Dalam pembinaan ini, Tunas hijau mengajak mereka untuk mengenal jenis-jenis sampah yang ada di pesantren tersebut. Sampah bungkus makanan dan sampah botol menjadi potensi lingkungan terbesar yang dihasilkan dari aktivitas mereka sehari-hari. Hal ini disampaikan oleh Tauhid Jasuli, guru sekaligus pengasuh pesantren, bahwa setiap harinya sampah botol dan sampah bungkus makanan menjadi sampah terbanyak yang dihasilkan.
“Karena di pondok ini ada sekolah formalnya, jadi yang paling banyak adalah sampah botol (plastik). Kami ingin sampah ini bisa dimanfaatkan oleh santri yang masih SD ini nantinya sebagai bekal amal jariyah mereka,” ucap Tauhid kepada Tunas Hijau.
Antusiasme puluhan santri terhadap pemilahan sampah ini membuat mereka menjadi pusat perhatian oleh santri lainnya. Pasalnya, dengan membawa dua tempat sampah, mereka mulai mengumpulkan sampah botol plastik, sampah kertas dan sampah organik. Keinginan untuk melakukan gerakan penghijauan mendasari upaya pengumpulan sampah non organik tersebut.
Seperti yang diungkapkan Noval Ilham Syahputra, santri kelas 5 ini, bahwa nantinya sampah botol yang sudah terkumpul ini akan dijual kepada pengepul. “Kami ingin menanam tanaman di pesantren ini, Kak. Kebetulan di belakang ada lahan yang bisa dimanfaatkan untuk menanam sawi. Tanamannya kami dapat dari hasil menjual sampah ini,” ujar Noval Ilham, salah satu santri.
Kuatnya keinginan santri untuk melakukan bercocok tanam atau urban farming memanfaatkan lahan kosong ini mendapat dukungan penuh dari Tauhid Jasuli, pembina mereka. Menurut Tauhid Jasuli, dirinya memang berkeinginan untuk membentuk mereka menjadi kader lingkungan hidup di pesantren. Kebetulan karena ada Tunas Hijau yang memfasilitasi.
“Saya akan mendukung penuh apapun ide mereka. Saya coba realisasikan,” ujar Tauhid. Dalam pembinaan ini, beberapa usulan kegiatan direncanakan mereka untuk diterapkan di pesantren. “Kami ingin menerapkan pemilahan sampah, membersihkan selokan dan menghemat air dan listrik,” cetus Ananda Mukmina, santri kelas 5 ini. (ryan)