Ponpes Nurul Huda Berharap Ada Taman di Lahan yang Sempit

SURABAYA – Kepedulian terhadap lingkungan kini tidak hanya milik sekolah formal saja dengan segala aktifitas lingkungan yang dilakukan oleh para siswa di sekolah. Namun, pondok pesantren sebagai tempat belajar tentang Islam dengan santri (siswa) yang menginap juga diajak untuk menerapkan kepedulian lingkungan melalui program Eco Pesantren yang diselenggarakan oleh Tunas Hijau bersama Pemerintah Kota Surabaya. Salah satu pesertanya adalah Pondok Pesantren Nurul Huda yang mendapatkan pembinaan lingkungan hidup, Rabu (20/3).

Pemanfaatan sampah kayu untuk jam dinding oleh santri Pesantren Nurul Huda
Pemanfaatan sampah kayu untuk jam dinding oleh santri Pesantren Nurul Huda

Pesantren Nurul Huda tidak memiliki lahan kosong sama sekali. Kondisi ini tidak menyiutkan nyali para santri untuk peduli lingkungan. Deretan tanaman hias yang ditata apik di teras depan musholla merupakan salah satu upaya para santri untuk menjadikan pondok lebih bernuansa lingkungan hidup.

Tanaman hias yang dibeli dengan hasil patungan para santri tersebut mereka rawat bersama, khususnya para santriwati, yang saat istirahat menyirami tanaman mereka. Ternyata, tanpa disadari mereka juga memanfaatkan sampah kertas untuk dibuat karya kaligrafi yang cantik.

Siti Aisyah, siswi kelas 7, tidak menyadari bahwa apa yang telah dilakukannya adalah salah satu bentuk kepedulian terhadap lingkungan hidup di pesantren. Dengan menyirami tanaman dan membersihkan halaman saat jam istirahat adalah bagian dari perilaku ramah lingkungan. “Kalau aktivitas  menyirami tanaman dan menyapu halaman sudah menjadi kewajiban para santri saat jam istirahat,“ ucap Siti Aisyah sembari menyirami tanaman yang ada di depan musholla.

Para santri yang minim pengetahuan lingkungan hidup tersebut kini mulai tertarik dan terkesan dengan pentingnya peduli lingkungan hidup di pesantren. Pernyataan ini disampaikan setelah mendapatkan pembinaan lingkungan hidup bersama Tunas Hijau.

Seperti yang ditunjukan oleh Nur Halima siswi kelas 6 dengan buah karya tangan mereka dalam bentuk seni Kaligrafi Arab yang memanfaatkan sampah kertas. Seni kaligrafi yang dibuatnya saat ini hanya terbatas sebagai bentuk pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan saja. Jadi belum memanfaatkan untuk dijual.

“Di pondok, kebanyakan para santri bisa membuat seni kaligrafi. Untuk dijual keluar belum pernah kami lakukan,“ jawab Nur Halima sembari menunjukan karya seninya. Untuk menghasilkan seni karya yang layak jual, mereka perlu memamerkan lebih dulu kepada masyarakat. Misalnya dengan pameran di pondok melalui peringatan hari besar Islam. “Dengan begitu, kami tahu kekurangan dan kelebihan dari seni kaligrafi yang kami buat,“ imbuhnya sambil malu-malu.

Sementara itu, Moch.Suhud Safi’i selaku kepala pondok pesantren sangat senang sekali dengan adanya pembinaan yang dilakukan oleh Tunas Hijau. Diakuinya bahwa untuk pemahaman lingkungan hidup santrinya masih sangat kurang.

“Kami sebenarnya sudah ingin melakukan penghijauan di pesantren ini. Tapi kami terkendala dengan tidak adanya lahan untuk penghijauaan,“ jelas Moch Suhud Safi’i saat kegiatan aksi santrinya. Moch Suhud berharap adanya beberapa tanaman produktif di sekitar pondok yang sempit ini. “Bisa juga tanaman buah dalam pot berukuran besar  di sudut pondok,” harapnya. (bams)