Minimnya Pembiasaan Membuang Sampah pada Tempatnya di Pesantren Sholahuddin

SURABAYA- Permasalahan lingkungan yang paling menonjol di Pondok Pesantren Sholahuddin Surabaya adalah kebersihan. Pesantren yang jadi satu dengan SMP dan SMA Bina Bangsa ini sore harinya selalu kotor karena banyaknya sampah. Tugas piket kebersihan yang telah ditentukan tiap kelasnya masih belum banyak membantu mengatasi permasalahan sampah. 

Santri Pesantren Sholahudin Surabaya melakukan pengumpulan sampah non organik yang bernilai jual saat pembinaan Eco Pesantren

Penyebabnya adalah masih minimnya jumlah anak yang mau membuang sampah pada tempatnya. Mereka hanya berpikir praktis dengan cara membuang sampah di sembarang tempat atau di sekitarnya berada, terlebih bila berada di kantin.

“Di sini itu anaknya malas-malas semua. Padahal sudah ada tempat sampahnya. Di kantin juga ada tempat sampah. Bersihe pas pagi thok soalnya dipiketi. Ntar kalo sudah selesai jam istirahat, pasti yang namanya halaman penuh sampah. Paling banyak sampah plastik es. Ada juga

beberapa sampah gelas dan botol mineral. Jadi, sorenya, sampahnya banyak, soalnya di sini kan cuma dua orang aja yang bagian kebersihan,“ ujar Chyntia, siswa kelas 2 SMP.

Agar permasalahan sampah tidak semakin berlarut-larut, maka program pengolahan sampah diantara dengan bank sampah perlu diadakan. Selain untuk mengurangi jumlah sampah, juga  berguna agar lingkungan tidak semakin kotor. Berbagai sampah gelas dan botol mineral juga dapat dimanfaatkan untuk daur ulang menjadi benda berguna seperti tudung saji atau tempat alat tulis.

Media permainan ular tangga lingkungan hidup 2 x 2 meter tema sampah digunakan untuk sosialisasi peduli lingkungan hidupTak menunggu lama, para santri segera berburu gelas dan botol mineral bekas. Santri yang lainnya belajar tentang sampah melalui media permainan ular tangga bertema sampah ukuran 2 x 2 meter yang diserahkan kepada pesantren oleh PT. Dharma Lautan Utama, armada pelayaran nasional.

“Kalau boleh usul, seharusnya para santri tidak hanya diajarkan tentang pentingnya kebersihan tapi juga dididik untuk berwirausaha tapi yang ada hubungannya dengan dunia lingkungan. Jadi para santri setelah lulus dari pesantren bisa berdiri di atas kaki sendiri sehingga kesan bahwa pesantren identik dengan yang miskin dan kumuh bisa terkurangi,“ harap Ali Usman, pengurus pesantren kepada Tunas Hijau saat pembinaan lingkungan hidup Eco Pesantren, Senin (2/4). (ella)