Curhat Guru pada Workshop “Hidden Process” Sekolah Adiwiyata

SURABAYA – Pendidikan lingkungan hidup di sekolah seharusnya mengarah pada perilaku siswa dan warga sekolah. “Bukan pada pembangunan fisik sekolah,” ucap Lili Andajani, guru koordinator lingkungan hidup SMPK St. Stanislaus 1 mengawali digelarnya Workshop “Hidden Prosess” Sekolah Adiwiyata yang digelar oleh Tunas Hijau dengan diikuti sedikitnya guru dari 78 SD, SMP dan SMA/SMK se Surabaya, Sabtu (18/5). 

Mamik Sri Utami, mantan guru pembina lingkungan hidup SDN Kandangan I Surabaya, menyampaikan tantangan yang dihadapi di sekolahnya
Mamik Sri Utami, mantan guru pembina lingkungan hidup SDN Kandangan I Surabaya, menyampaikan tantangan yang dihadapi di sekolahnya

Dalam workshop yang diikuti khusus oleh guru pembina lingkungan hidup masing-masing sekolah ini dijalankan menggunakan metode sharing dan paparan tentang kendala yang ada di sekolah ini selama menerapkan program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan hidup khususnya Sekolah Adiwiyata.

Dalam penyampaian kendalanya, Lili Andajani juga mengungkapkan bahwa selama ini dalam mengajak warga sekolah untuk peduli lingkungan menggunakan metode 3H yaitu head, heart dan hand.

Aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni saat memandu workshop
Aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni saat memandu workshop

“Untuk mengajak warga sekolah peduli lingkungan, kami menggunakan metode 3H yakni head (otak), heart (hati) dan hand (tangan). Artinya peduli lingkungan dimulai dari kepala yang dipikirkan kegiatan lingkungan, turun ke hati dengan adanya niatan tulus untuk lingkungan dan diakhiri dengan tangan yakni aksi nyata langsung untuk mempraktekkan peduli lingkungan,” terang Lili Andajani, yang disambut dengan tepuk tangan seluruh peserta workshop.

Guru pembina lingkungan sekolah yang berada di Jalan Residen Sudirman Surabaya ini mengungkapkan bahwa dalam Adiwiyata ini aplikasi dalam aksi nyata sangat membangun terciptanya karakter warga sekolah yang peduli lingkungan.

Sementara itu, kendala yang disampaikan oleh Suzy Ekowati, guru pembina lingkungan hidup SMPN 21, adalah sedikitnya individu warga sekolah yang tahu tentang program Adiwiyata. “Kami berharap agar dalam pelaksanaan workshop lingkungan hidup, perlu juga dilibatkan perangkat sekolah seperti Wakasek kesiswaan, Wakasek kurikulum dan kepala sekolah. Perangkat sekolah tersebut yang memiliki wewenang untuk melibatkan siswa dalam menggerakkan aksi nyata peduli lingkungan di sekolah,” ujar Suzy Ekowati.

Berbeda dengan yang dilakukan Djoko Wismono. Guru pembina lingkungan SMKK Mater Amabilis ini sontak memberikan semangat bagi para peserta workshop ini. Hal ini dilakukan karena melihat atmosfer workshop yang diliputi rasa gusar guru-guru pembina lingkungan ini.

Pameran Eco-preneur sekolah-sekolah menarik perhatian guru-guru peserta workshop
Pameran Eco-preneur sekolah-sekolah menarik perhatian guru-guru peserta workshop

“Teman-teman sekalian, memang Adiwiyata itu jarang diminati oleh guru-guru di sekolah, pasalnya berkaitan dengan pemberkasan setebal kardus air mineral. Namun saya harap teman-teman masih terus semangat untuk melanjutkan hal tersebut demi lingkungan dan demi pendidikan lingkungan hidup untuk anak didik kita,” terang Djoko Wismono. Guru pembina lingkungan Sekolah Adiwiyata Nasional ini menjadi sosok success story bagi sekolah-sekolah lainnya.

Lain cerita dengan yang dilakukan oleh Mamik Sri Utami, salah seorang success story yang berhasil membawa SDN Kandangan I meraih penghargaan Sekolah Adiwiyata Nasional Mandiri. Guru yang baru dimutasi ke SDN Sememi I ini memberikan semangat dan cerita suksesnya membawa mantan sekolahnya ini kepada peserta workshop.

“Bapak dan Ibu guru sekalian, adiwiyata itu memang program yang bertahap, tidak bisa diraih secara instan, jadi jangan mengeluh dulu. Saya saja harus rela wara-wiri untuk konsultasi. Dan membutuhkan waktu selama 4 tahun untuk bisa meraih hasil sebagai Sekolah Adiwiyata Mandiri,” jelas Mamik berbagi cerita kepada peserta workshop ini.

Sementara itu, aktivis senior dan Presiden Tunas Hijau Mochamad Zamroni menyampaikan bahwa workshop ini untuk mengetahui perkembangan sekolah-sekolah dalam mewujudkan sekolah berbudaya lingkungan melalui skema Sekolah Adiwiyata. “Kami jadi heran, kok ternyata masih banyak sekolah yang sudah bertahun-tahun terlibat dalam Sekolah Adiwiyata tapi kok gak tuntas-tuntas sampai sekarang,” kata Zamroni mengawali pelaksanaan workshop ini. (ryan/ro)