Lubang Resapan, Pengolahan Sampah dan Minuman Herbal di Pesantren Ul Ulum Walhikam
SURABAYA – Tantangan membuat 40 lubang resapan yang diberikan Tunas Hijau pada Pesantren Ul-Ulum Walhikam Surabaya ternyata terhalang oleh rasa sungkan santri untuk meminta izin pada pihak keluarga ndalem (pengasuh pesantren) agar dapat membuat 38 lubang resapan lagi.
Kedua lubang resapan yang telah dibuat juga rajin diisi sampah organi oleh para santri yang bertugas piket membersihkan halaman. Sisa daun yang tidak dapat masuk dalam lubang resapan, terpaksa dikirim ke luar pesantren, jadi satu dengan berbagai sampah non organik lainnya oleh para santri putra.
Lubang resapan tersebut diisi oleh sampah daun yang berasal dari berbagai tanaman yang terdapat di halaman pesantren. Di samping mushola pesantren, terdapat tumbuhan sinom. Banyaknya daun sinom yang muda lantas dimanfaatkan para santri untuk membuat minuman sinom pada pembinaan lingkungan hidup Eco Pesantren bersama Tunas Hijau, Sabtu (4/5).
Tumbuhan sinom tersebut tingginya setara dengan ketinggian genting teratas dari mushola pesantren. Batang tumbuhan sinom pun mencapai diameter sekitar 30 cm. Berbagai percabangan muncul dari batang utama yang juga memunculkan ranting-ranting kecil.
Dengan bekal tempat kue bekas, perwakilan santri segera menuju ke samping mushola untuk mengambil daun sinom yang masih muda. Setelah dirasa cukup untuk keperluan santri putri, Masfufah pun segera kembali ke tempat pesantren putri untuk mengiris kunir (Curcuma sp).
Air pun dijerang dalam panic ukuran tanggung. Untuk percobaan, panci tersebut hanya diisi setengahnya. Setelah daun sinom dan kunyit direbus hingga berubah warna, gula merah dan gula pasir pun dicampurkan dalam larutan yang berwarna kuning bening. Para santri yang tidak ikut memasak pun berebut ingin mencicipi.
Tak hanya mengajarkan cara membuat sinom, Tunas Hijau juga mengajarkan tentang seluk beluk sampah melalui permainan ular tangga bertema sampah ukuran 2 x 2 meter bantuan PT. Dharma Lautan Utama. Menurut pengakuan beberapa santri, di pesantren yang terletak di daerah Jagir ini hanya ada 1 gelas. Selebihnya, semua santri menggunakan botol air mineral bekas untuk minum.
Tentu saja kebiasaan ini menimbulkan masalah berupa banyaknya sampah botol yang menumpuk di pesantren. Para santri juga lebih menyukai membeli es menggunakan plastik yang dijual di sekitar kawasan pesantren. Tak heran, pesantren ini mempunyai banyak sampah plastik termasuk sedotan. (ella/ron)