Ajak SMPN 11 Buat Program Unggulan Lingkungan

SURABAYA – Air laut yang asin tidak lagi hanya bisa dijumpai di laut atau di pinggir pantai. Air laut bahkan sudah berada masuk ke daratan di Surabaya melalui air bawah tanah. “Air laut berbahaya. Bila disiramkan ke tanaman, maka tanaman akan mati. Bila akar tanaman terus-menerus menyerap air laut di dalam tanah, maka tanaman juga akan mati,” kata Aktivis Senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni pada pembinaan lingkungan hidup di SMPN 11 Surabaya, Kamis (20/6). 

Salah seorang siswa SMPN 11 Surabaya menyampaikan program unggulan lingkungan sekolahnya
Salah seorang siswa SMPN 11 Surabaya menyampaikan program unggulan lingkungan sekolahnya

15 siswa anggota tim lingkungan hidup SMPN 11 Surabaya, sehari sebelumnya, telah melakukan upaya nyata untuk menghalau semakin banyaknya air laut yang masuk ke daratan Surabaya. “Caranya dengan membuat lubang-lubang tangkapan air hujan, yaitu lubang resapan biopori, untuk memperkaya air tanah, sehingga air laut bisa dihalau,” puji Zamroni yang disambut dengan tepuk tangan meriah sekitar 650 siswa SMPN 11 Surabaya yang mengikuti pembinaan itu.

Pembinaan lingkungan hidup ini juga dimanfaatkan Tunas Hijau untuk mengajak seluruh siswa SMPN 11 Surabaya membuat program unggulan yang identik dengan sekolah mereka. “Selain sebagai dua kali peraih Juara Yel-Yel Lingkungan Hidup, apalagi program lingkungan hidup yang khas dan unggulan dari SMP Negeri 11 Surabaya ini yang bisa membuat masyarakat jadi mudah ingat?” tanya Zamroni.

Qomaria Nur, salah satu siswa, menyampaikan bahwa yang khas dari sekolahnya adalah aneka produk makanan yang memanfaatkan ginseng Jawa. “Sekolah memiliki program unggulan berupa olahan produk makanan ramah lingkungan yang memanfaatkan daun ginseng Jawa,” kata Qomaria Nur. Sedangkan Maulida Anamia, siswa, menyampaikan bahwa bank sampah masih terus giat dilaksanakan di sekolahnya.

Evaluasi kondisi lingkungan hidup di sekolah juga disampaikan Tunas Hijau pada pembinaan ini. “Cukup dengan sedikit orang untuk membuat hutan gundul di dataran tinggi di Kota Batu yang merupakan daerah tangkapan air hujan. Namun, dampak dari penggundulan hutan itu pasti dirasakan oleh jutaan orang,” kata Zamroni.

Hal yang sama juga berlaku di sekolah. “Saya yakin hanya sedikit siswa saja yang masih membuang sampah sembarangan seperti tadi saya jumpai di pot tanaman saat menuju lantai dua ini. Namun, karena ulah sedikit siswa itu, seluruh warga sekolah menerima dampaknya sebagai sekolah yang masih kumuh,” kata Zamroni sambil menunjukkan foto pot tanaman yang ada sampahnya. (ron)