Pembangunan Gedung Baru, SDN Rungkut Menanggal I Antusias Benahi Sarana Lingkungan

SURABAYA – Menjelang bergulirnya perhelatan lingkungan yang setiap tahunnya digelar Tunas Hijau dan Pemerintah Kota Surabaya yaitu Surabaya Eco School 2013 ini, Tunas Hijau melakukan kunjungan lapangan kepada sekolah-sekolah jawara Surabaya Eco School tahun lalu. salah satunya adalah SDN Rungkut Menanggal I. Tujuannya adalah untuk melihat seberapa jauh sekolah mempersiapkan diri menghadapi Surabaya Eco School 2013.

Pembangunan gedung baru menjadi permasalahan baru yang diungkapkan oleh Ari Pino Wahyu, guru pembina lingkungan kepada Tunas Hijau, Senin (22/07). Menurutnya pembangunan  gedung baru ini berdampak pada hilangnya beberapa fasilitas lingkungan milik sekolah.

Tunas Hijau mengajak kader lingkungan mengisikan sampah organik di lubang resapan biopori yang tersisa karena adanya pembangunan gedung
Tunas Hijau mengajak kader lingkungan mengisikan sampah organik di lubang resapan biopori yang tersisa karena adanya pembangunan gedung

“Kondisi pembangunan gedung yang 50 % dirombak ini membuat hilangnya lubang resapan biopori yang ada di halaman sekolah. Jumlah lubang resapan biopori yang dulunya 75 lubang resapan, saat ini hanya tersisa 25 lubang resapan biopori saja,” ucap Ari Pino Wahyu.

Dalam kunjungan lingkungan ini, tidak ada raut muka sedih setelah kehilangan banyak sarana lingkungan, yang ada antusiasme siswa kader lingkungan yang semakin tinggi membuat Tunas Hijau terkagum. “Kalian memang hebat, meskipun pembangunan gedun ditambah hilangnya bank sampah, sumokura dan biopori tetapi kalian masih bisa tersenyum dan bersemangat kegiatan lingkungan,” puji Anggriyan, aktivis Tunas Hijau.

Lebih lanjut, Tunas Hijau kemudian mengajak mereka untuk mengecek kondisi lubang resapan biopori yang hanya tersisa 25 lubang tersebut. Hebatnya, meskiipun hanya tersisa 25 lubang resapan, namun kesemua lubang tersebut masih terawat dengan baik.

Tunas Hijau mengajak kader lingkungan bermain pilah sampah dengan menggunakan tiga tempat sampah terpilah yang dimiliki sekolah
Tunas Hijau mengajak kader lingkungan bermain pilah sampah dengan menggunakan tiga tempat sampah terpilah yang dimiliki sekolah

“Adanya aktivitas pembangunan membuat kegiatan lingkungan kami jadi tidak berjalan dengan lancar dan terus menerus. Yang ada hanya kegiatan yang sifatnya sesekali saja karena kami kewalahan dengan banyaknya material bangunan yang menutupi sarana lingkungan kami. Biasanaya kami selalu mengisi lubang resapan biopori ini sebelum pulang sekolah dengan anak-anak,” ujar Arif Dwi Santoso, guru pembina lingkungan.

Tidak hanya sekedar melakukan perawatan lubang resapan biopori saja, sebagai bagian dari Adiwiyata ini, kader lingkungan yang berasal dari kelas 5 dan 6 ini diajak untuk melakukan pemilahan sampah yang ada di depan renovasi gedung baru.

“Ayo sekarang bantu kakak memeriksa pemilahan sampah yang ada di sekolah kalian. Kalau pemilahan sampahnya benar kalian dapat stiker lingkungan, Kalau salah kalian yang benerin baru dapat stikernya,” tantang Anggriyan kepada kader lingkungan kelas 5 dan 6 ini. tantangan tersebut diterima dengan antusias dan langsung dipraktekkan. “Kak, kalau plastik basah ini termasuk sampah kering kan ya?” tanya Rizka Rahayu.

Sambil tersenyum, Anggriyan membenarkan jawaban Rizka tersebut. Menurut aktivis Tunas Hijau ini, sampah plastik basah termasuk sampah kering karena sampah tersebut sampah plastik. “Meskipun sampah tersebut basah, sampah tersebut tetap termasuk sampah kering. Sampah basah itu bukan berarti sampahnya harus dalam keadaan basah loh ya, yang penting sampah basah itu sampah yang bisa terurai tanah,” terang Anggriyan. (ryan)