Pementasan Boneka Tangan dan Ular Tangga Lingkungan Hidup di Kampung Bebekan

SIDOARJO – Berbekal 2 poster bertema sampah, Young Eco People (jaringan pelajar SMA/SMK peduli lingkungan hidup) Tunas Hijau menggelar pementasan boneka tangan di kampung Bebekan Selatan, Sepanjang, Sidoarjo, Sabtu (06/07). Pentas panggung boneka tangan digelar dalam program Road to Kampung yang diprakarsai oleh pelajar peduli lingkungan hidup Tunas Hijau ini. 

Pementasan boneka tangan lingkungan hidup oleh para anggota Young Eco People di kampung Bebekan, Sepanjang
Pementasan boneka tangan lingkungan hidup oleh para anggota Young Eco People di kampung Bebekan, Sepanjang

Menurut penuturan Abdul Rafi, anggota Young Eco People (YEP), pementasan panggung boneka merupakan media edukasi lingkungan untuk anak-anak. “Kami memang sengaja mengajak anak-anak karena mereka lebih interaktif. Selain itu, kami ingin anak-anak bisa peduli lingkungan sejak dini,” ucap Abdel Raffel, yang juga ketua OSIS SMAN 9 Surabaya ini.

Dalam Road to Kampung ini, dihadirkan juga permainan ular tangga lingkungan. Ular tangga bertema sampah ini nampak mampu menarik antusiasme anak-anak kecil untuk memainkannya. Fadil Putra, salah seorang anak berusia 6 tahun, tampak jeli membaca pesan lingkungan yang ada pada salah satu kotaknya.

Permainan ular tangga bertema sampah
Permainan ular tangga bertema sampah

“Membuang sampah ke sungai bisa menyebabkan banjir,” ucap Fadil Putra. Keceriaan anak-anak ini pun menjadi satu pemandangan tersendiri saat mereka berebut hadiah berupa stiker lingkungan yang disediakan sebagai hadiah. Lebih lanjut, mereka senang permainan ular tangga ini bisa kembali hadir di kampung mereka untuk yang kedua kalinya.

Sedikitnya 30 orang anak-anak ini tampak tidak sabar menunggu pentas panggung boneka ini. Dengan memerankan 3 karakter yakni emon, pussi dan Liona, para anggota YEP ini menceritakan tentang pengenalan dan pengolahan sampah. Emon, yang diperankan oleh Hannis, menyampaikan cerita untuk mengajak mereka bisa memilah sampah.

“Ayo siapa yang bisa menyebutkan bedanya sampah organik dan non organic? Kakak akan kasih stiker lingkungan,” tutur Ragil Ajeng Pratiwi, siswa SMAN 18. Pertanyaan inipun membuat mereka saling berebut menjawabnya. Seperti yang diungkapkan oleh Nadiva, seorang anak berusia 8 tahun, menyebutkan bahwa sampah organik adalah sampah yang bisa diurai. Sedangkan sampah non organik yang tidak bisa diurai.

“Contoh sampah organik adalah sisa makanan, sisa sayur. Contoh sampah non organik adalah plastik, mika dan kertas minyak,” terang Nadiva. Jawaban Nadiva pun semakin diperkuat dengan penjelasan yang diberikan Ragil Ajeng Pratiwi, yang juga anggota YEP, bahwa sampah plastik memang susah untuk diuraikan oleh tanah, membutuhkan waktu lama untuk hancur.

 “Plastik bisa terurai  didalam tanah dalam waktu 100 tahun, makanya sebaiknya kalian harus mengurangi memakai plastik ya,” ajak Ajeng. Pentas panggung boneka ini menyebabkan suasana kampung Bebekan Selatan menjelang Magrib ramai tawa mereka. Antusiasme untuk mendapatkan stiker lingkungan secara cuma-cuma membuat mereka harus bisa menjawab pertanyaan yang diberikan anggota YEP seputar pentas boneka tangan ini.

Tidak hanya anggota YEP saja yang memainkan panggung boneka ini, pengurus karang taruna pun turut berkolaborasi membawakan cerita bertemakan sampah. Seperti yang diceritakan oleh Ayusita Putri, karang taruna ini bercerita bahwa membuang sampah di sungai bisa menyebabkan banjir. “Kakak ajak kalian untuk tidak membuang sampah di sungai ya. Kalau membuang sampah itu harus di tempat sampah ya,” ajak Ayusita Putri.

Di akhir program Road to Kampung ini, Young Eco People memberikan reward mug edisi Pangeran dan Putri Lingkungan Hidup 2012 untuk anak-anak yang bisa menceritakan kembali cerita panggung boneka tangan ini. Para anggota YEP ini juga berharap untuk bisa membuat kegiatan lingkungan lebih, seperti bersih-bersih sungai yang ada di wilayah kampung. “Kami berencana untuk membuat kegiatan lanjutan seperti bersih-bersih kampung dan berbagi bibit tanaman sawi untuk ibu-ibu PKK,” ujar Riski Amirulloh, siswa SMKN 1. (ryan/ro)