Tunas Hijau Beberkan Mekanisme Penyusunan Dokumen Dalam Workshop Adiwiyata
SURABAYA – Penyusunan dokumen Adiwiyata menjadi momok bagi sebagian besar guru penanggung jawab lingkungan masing-masing sekolah. Pasalnya, tidak adanya panduan khusus dalam menyusun dokumen membuat mereka masih kebingungan. Permasalahan tersebut dimanfaatkan Tunas Hijau untuk menggelar workshop penyusunan dokumen Adiwiyata yang digelar di SMPN 28, Kamis (22/08).
Semangat untuk menyusun dokumen Adiwiyata ditunjukan oleh peserta workshop sejak awal kegiatan. Workshop penyusunan dokumen ini mendapat respon positif dari peserta yang notabene adalah guru penanggung jawab lingkungan masing-masing sekolah. Salah satunya adalah Eni Setiyowati, guru penanggung jawab lingkungan SMPN 32, guru mata pelajaran IPA ini menanyakan mekanisme penyusunan dokumen visi misi dan kurikulum ini.
“Saya kemarin kan sudah menyusun sesuai dengan panduan yang saya terima, namun berbeda dengan yang Tunas Hijau sampaikan,” tutur Eni. Dirinya juga menambahkan bahwa terdapat perbedaan di beberapa poin yang disampaikan oleh Tunas Hijau dan buku panduan yang didapat. Salah satunya penyertaan kurikulum KTSP sebagai lampiran dokumen.
Kalau dipanduan lama itu diletakkan didepan, namun pada penyusunan yang baru, diletakkan setelah pembahasan visi,misi dan tujuan sekolah,”lanjutnya lebih detail. Hal tersebut langsung mendapat tanggapan dari Dony Kristiawan, aktivis Tunas Hijau. Menurut Dony, tidak perlu bingung untuk menyikapi perbedaan pembahasan dalam panduan tersebut karena intinya sama saja.
“Yang terpenting itu adalah penyusunan dokumen nanti sesuai dengan yang dituliskan dipanduan itu,” ucap Dony. Dirinya menambahkan bahwa semua panduan yang diterima sekolah berasal dari satu sumber. “Jadi yang diterima oleh sekolah-sekolah itu sumbernya sama berasal dari kementerian lingkungan pusat, hanya kata-katanya saja yang di sederhanakan untuk memudahkan kita dalam memahaminya,” lanjut Dony.
Perasaan bingung juga dirasakan oleh guru Adiwiyata tingkat sekolah dasar dalam workshop adiwiyata yang diikuti oleh sedikitnya 25 orang guru lingkungan.Bukan lagi masalah perbedaan panduan yang menjadi kendala, namun mereka kebingungan dalam penataan dokumen tersebut. “Kami jarang diberikan arahan untuk menyusun dokumen, maka dari itu kami ingin Tunas Hijau,” tutur Prayitno, guru Adiwiyata SDN Sememi I.
Lebih lanjut, guru kelas 4 ini menambahkan bahwa hal tersebut juga ditambah dengan perubahan kurikulum yang akan dilampirkan pada dokumen. “Kalau masalah kurikulum Kak, yang dipakai itu kurikulum yang lama atau kurikulum yang terbaru untuk dimasukkan kedalam dokumen?” tanya Prayitno.
Pertanyaan tersebut langsung ditanggapi oleh Dony Kristiawan, aktivis Tunas Hijau yang memandu workshop tersebut. Dony menekankan bahwa kurikulum yang digunakan masih kurikulum yang lama. “Kalau permasalahan kurikulum, Bapak dan Ibu guru tidak perlu bingung, karena yang ada pada panduan masih menggunakan kurikulum yang lama,” ujar Dony. (Ali/ryan)