Budidaya Tanaman Urban Farming Di Kampung RW XII RT IV Kecamatan Genteng dan 200 Tanaman Berbunga Icon Kampung Di Kelurahan Kapasari

SURABAYA – Program lingkungan untuk kampung yang biasa disebut Surabaya Green & Clean mengharuskan peserta yang lolos kedalam tahap 100 besar ini menampillkan inovasi terbaiknya. Seperti halnya saat tim juri kampung pemula Surabaya Green and Clean 2013 datang di kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng, (Kamis 05/09).

Tim juri yang beranggotakan perwakilan dari dinas terkait diantaranyadari Dinas Pertanian, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup dan Tunas Hijau datang menuju kampung RW XII, RT IV dengan sambutan meriah dari kader lingkungan hidup. Dengan mengenakan baju hijau dan topi daur ulang. Kader lingkungan yang berisikan ibu-ibu PKK ini langsung melantunkan yel-yel lingkungannya..

Langsung saja, Tim juri lantas memeriksa kondisi pengolahan sampah organik yang tak jauh dari gapura. Aulia Majid, tim juri yag berasal dari Tunas Hijau  menuturkan bahwa keranjang pengomposan  dalam keadaan kering seperti tidak pernah dimanfaatkan oleh warga. Hal ini dapat dilihat dari keringnya kondisi keranjang pengomposan.

Sebagai buktinya, aktivis Tunas Hijau inipun lantas mengaduk keranjang pengomposan dan alhasilnya tidah ada bekas sampah sisa makan yang ada dalam keranjang pengomposan. ” Seharusnya bila di gunakan maka keranjang tersebut mempunyai isi sampah sisa makanan walaupun sedikit ,” ujar Aulia Majid.

Tidak hanya memeriksa pengolahan sampah organik saja, Tim juri ini kembali memeriksa tanaman urban farming yang ada di kampung  yang banyak didominasi warga pendatang ini. Menurut Nani Sri Hestuti, dari Dinas Pertanian, tanaman urban farming yang dilakukan warga memang beragam media tanam, mulai dari menggunakan polibag, bekas pembungkus minyak goreng dan botol bekas.

“Semuanya memanfaatkan sampah anorganik yang tidak terpakai. Namun, sayangnya ada salah pemahaman yang dilakukan oleh warga bahwa biji bayam yang disebar terlalu banyak. Sehingga tanaman bayam tidak bisa membesar karena populasinya terlalu banyak,” ujar Nani Sri Hestuti. Lebih lanjut, Nani Sri Hestuti menyarankan agar satu tempat media tanam diisi hanya 3 – 5 bibit tanaman saja agar tanaman bisa membesar,” imbuh Nani Sri Hestuti.

Menanggapi hal tersebut, Sri Wati, Ketua kader lingkungan kampung tersebut mengatakan bahwa pembinaan kepada warga sudah pernah dilakukan oleh fasilitator lingkungan Kelurahan Embong Kaliasin. Namun warga tetap saja ada yang mengerti dan ada yang kurang faham. “Kedepannya kami  akan berbenah menjadi kampung yang lebih baik agar bisa bersaing dengan kampung lain,” ucap Sri Wati.

Permasalahan tentang tanaman urban farming pun muncul disampaikan oleh Sri Wati bahwa tanaman sering dirusak oleh ayam warga dan tikus. “Meskipun sudah dengan berbagai cara kami mengusir tikus tersebut, tetapi tetap saja tikus masih banyak di temui warga ,” ujar Sri Wati.

Disisi lain, berbeda dengan yang didapati Tim Juri Surabaya Green and Clean di Kecamatan Genteng, Kelurahan Kapasari. Dengan kondisi gang yang sempit, kampung ini mempunyai icon tanaman berbunga. Disampaikan oleh Mukhlis, ketua RW bahwa kampung ini memiliki 200 tanaman dengan 12 jenis tanaman yang berbeda. “Untuk membuat kampung menjadi hijau, warga sudah melakukan persiapan selama 3 tahun” ujar Mukhlis.

Mukhlis menambahkan bahwa seringkali kader lingkungan sering mendapat cemooh dari warga lain. “Namun dengan kesabaran dan sosialisasi dari perangkat kampung yang ada, lama-kelamaan warga semakin menyadari. Hingga mampu membuat Kepala Kelurahan terjun langsung untuk berpartisipasi dalam kegiatan warga. ” ” ujar Mukhlis. (suud/ry)