Krembangan Jaya Utara RT 09 RW 5 Kampung Cabai, kampung RT 01,06 RW 8 Pegirian Kampung Urban Farming
SURABAYA – Harga cabai yang melonjak di pasaran menjadi permasalahan tersendiri bagi ibu-ibu rumah tangga. Tidak demikian dengan warga Krembangan Jaya Utara RT 09 RW 5, Kelurahan Kemayoyan, Kecamatan Morokrembangan. Pasalnya Warga kampung finalis 100 besar Surabaya Green and Clean sudah menerapkan terlebih dulu penanaman dengan metode urban farming.
Disetiap rumah warga sudah terdapat tanaman cabai yang tertata rapi. Menurut Sulaiman, ketua RW bahwa setiap warga diwajibkan untuk menanam cabai guna mengatasi naiknya harga bumbu masak tersebut. “Tanaman cabai ini juga kami jadikan sebagai icon kampung. Setiap rumah terdapat 5 tanaman cabai yang sudah di masukan kedalam polybag ,” ujar Sulaiman.
Sulaiman juga menambahkan bahwa di wilayah kampung tersebut sering disebut kampung pedas karena tanaman cabai yang terkenal banyak. Karena tanaman cabai tersebut, manfaat besar pun didapat oleh warga. Salah satunya seperti yang disampaikan oleh Arsyad, bahwa setelah ada pohon cabai disetiap rumah, warga tidak lagi kebingungan untuk membuat sambal. Tinggal petik saja kemudian sudah bisa dimasak. Tanaman cabai biasanya panen dengan durasi 3 bulan.
“Setelah di panen selama 3 kali, maka tanaman cabai lama akan diganti dengan yang baru. Hal tersebut dilakukan agar icon kampung pedas tidak hilang di kampung. Mulai membibit sampai memanen semua warga yang melakukan ,” ujar Arsyad. Disisi lain penjurian 100 besar juga dilakukan di kampung RT 01,06 RW 8 Kelurahan Pegirian. Di kampung yang terkenal padat penduduk ini, mempunyai icon tanaman urban farming.
Di setiap rumah sudah banyak tanaman kangkung, terong, dan tomat. Kampung yang pernah belajar cara budidaya tanaman urban farming di Tunas Hijau ini telah melaksanakan urban farming selama 3 bulan. Namun urban farming yang telah panen hanya tomat saja. Untuk yang lain masih belum bisa dipanen karena tanaman yang ditanam tumbuhnya masih kurang sempurna.
Menurut Aulia Majid tanaman urban farming di kampung ini kurang mendapatkan cahaya. Sehingga menghambat pertumbuhan tanaman. ” Lebih baik ditempatkan di area yang dapat sinar matahari yang cukup ,” ujar Aulia Majid juri dari Tunas Hijau. Kampung ini juga melakukan inovasi pemanfaatan kembali ban bekas untuk dijadikan sebagai pot dan tempat sampah. Menurut warga, cara untuk membuat pot sangat mudah dengan memanfaatkan ban bekas.
“Ban bekas bagian luar dibalik hingga menjadi bagian dalam. Setelah di lakukan pembalikan tutup satu sisi dengan menggunakan triplek kemudian di lubangi untuk jalan air. Setelah jadi baru bisa digunakan sebagai pot. Pot dari ban bekas sangat tahan lama di bandingkan dengan menggunakan pot plastik” ujar Mujiono. Lebih lanjut, pot plastik jika digunakan secara terus menerus maka akan gampang pecah. ” Pot ban bekas awetnya bisa sampai seumur hidup. Sudah banyak kampung lain pesen ke kampung kami,” tambah Mujiono. (Suud/ry)