Urban Farming RW 7 Kelurahan Gading

SURABAYA – Pada tahap 100 Besar Kampung Surabaya Bersinar Green & Clean 2013, setiap kampung harus memiliki terobosan baru lingkungan. “Kampung yang telah masuk 100 besar ini harus memiliki terobosan baru di kampungnya, jadi kampungnya lebih hidup lagi. Kebersihan lingkungannya harus terjaga, maka kesehatan juga akan terjaga,”  ujar Purbi Sari Retno Ningsih, juri SGC 2013 dari Tunas Hijau, saat hari pertama penilaian 100 Besar Kampung Surabaya Bersinar Green & Clean 2013.

Sayangnya meningkatnya kesadaran pentingnya kebersihan oleh masyarakat, kurang diikuti dengan pemahaman menjaga pentingnya pepohonan. Terlihat dari keadaan pohon-pohon yang ada di banyak kampung. Masih banyak pohon yang dijadikan media untuk menampilkan himbauan untuk menjaga kebersihan, tetapi himbauan tersebut justru menyakiti pohon tersebut.

Himbauan tersebut ditempel dengan memaku pada pohon-pohon yang ada. “Aduh, Bunda. Tolong pohonnya dijaga. Kenapa pohonnya jadi gantungan sapu dan sekop sampah? Pohon itu juga makhluk hidup, Bunda,” ujar Sari, juri dari Tunas Hijau, di salah satu kampung yang didatangi, Selasa (3/9). Banyak poster, himbauan dan iklan-iklan yang masih banyak ditempelkan di pohon. Hal ini dapat merusak pohon tersebut.

Selain itu banyak inovasi baru mengenai urban farming. Misalnya di RT 10 dan RT 12, RW 7, kelurahan Gading, yang lebih memilih urban farming dengan memilih tanaman yang menjalar. Tanaman buah markisa menjadi tanaman pilihan untuk menyiasati kondisi kampung yang mempunyai lahan sempit. Caranya, dengan memanfaatkan lahan sempit dan menjalarkan ke atas.

Buah markisa dipilih karena banyak manfaatnya. Buah ini dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan. Inovasi lain bidang urban farming juga dilakukan oleh RT 1 dan RT 2, RW 6, kelurahan Rungkut. Dengan menggunakan metode vertikal garden, warga mencoba menanam sayuran hijau. Setidaknya ada kangkung, cabe dan binahong yang ditanam. Apapun yang digunakan metodenya, semuanya bertujuan untuk memperindah kota Surabaya. “Biasanya yang ditanam di vertikal garden ini sayur kangkung dan bayam. Tapi sekarang kami mencoba tanaman cabai,” ujar Bahdrun, ketua RT 01.

Tidak hanya urban farming saja yang menjadi perhatian warga. Pengolahan sampah juga sangat diperhatikan oleh warga. Berbagai cara digunakan untuk mengolah sampah organik. Selain dengan menggunakan keranjang pengomposan dan tong komposter aerob, beberapa warga menggunakan metode sumurkura dan karungkura.

Keterbatasan alat tidak menghalangi niat warga untuk mengolah sampah. “Kami lebih memanfaatkan tong komposter aerob. Yang mengolah sampah basah ada para lansia, sampah kering dikelola ibu-ibu dan pengolahan IPAL dikelola oleh bapak-bapak,” terang Hartini, kader lingkungan RT 1 dan RT 2, RW 2, kelurahan Gubeng. (sar/ro)