Berbagi Isu Lingkungan Hidup di SMP Hang Tuah 5
SIDOARJO – Tahun lalu, SMP Hang Tuah 5 Sidoarjo masih memiliki hutan sekolah. Tempatnya di samping gerbang sekolah. Kesan sejuk karena pepohonan di hutan sekolah itu bisa dirasakan. Namun, hutan sekolah itu sudah tidak bisa dijumpai lagi sejak beberapa bulan terakhir. Lahan hutan sekolah itu telah disulap menjadi pujasera atau sejenis kantin sekolah yang proses pembangunan gedungnya sudah jadi saat Tunas Hijau bertandang ke sekolah ini untuk pembinaan lingkungan hidup, Sabtu (25/1).
“Hutan sekolah kami sudah tidak ada lagi. Lahannya digunakan untuk pujasera. Pepohonan besar di depan ruang kelas juga ditebang dan diganti dengan pohon produktif jenis mangga,” ujar Lilik, wakil kepala SMP Hang Tuah 5 Sidoarjo. Pohon mangga yang ditanam menggantikan pohon angsana memang sudah cukup besar, sekitar 2 meter tingginya, namun belum nampak kesan rimbunnya.
Kepada Tunas Hijau, Lilik menyampaikan bahwa kesan teduh di sekolah yang berada di perumahan TNI Angkatan Laut, Candi, Sidoarjo, ini akan ditambah dengan tanaman rambat. Tanaman rambat yang dimaksud adalah tanaman markisa dan anggur. Tempat khusus untuk kedua jenis tanaman rambat itu sudah dibuat. Tanaman markisanya juga sudah ditanam dan mulai tumbuh.
Menyikapi bangunan pujasera yang dalam tahap penyelesaian, Tunas Hijau menyarankan agar dimanfaatkan untuk roof garden atau kebun atap. “Atap pujasera yang baru dibuat itu nampaknya datar. Bila masih belum akan dilanjutkan pembangunan lantai dua, maka bisa dimanfaatkan untuk taman atau kebun atap. Bisa dengan tanaman buah dalam pot,” saran Aktivis Senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni yang disambut dengan antusias oleh beberapa guru sekolah ini.
Di sekolah ini, hujan lebat sering diikuti dengan datangnya banjir. “Banjir masih sering terjadi di sekolah setelah hujan lebat,” ujar salah satu guru perempuan SMP Hang Tuah 5 Sidoarjo kepada Tunas Hijau saat berkeliling melihat sarana pengelolaan lingkungan hidup sekolah. Namun, banjir tidak dialami oleh sekitarnya.
Menanggapi banjir yang masih sering terjadi di sekolah ini, Tunas Hijau menyarankan agar dilakukan penambahan jumlah lubang resapan biopori dan sumur resapan. “Lubang resapan biopori yang sudah dibuat sekolah sudah cukup banyak. Namun, jumlah yang ada masih sangat kurang bila dibandingkan dengan luasnya lahan sekolah. Jadi perlu ditambah banyak,” kata Aktivis Senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni.
Lubang resapan biopori baru sebaiknya diprioritaskan untuk dibuat di saluran air hujan atau irigasi sekolah. “Pembuatan lubang resapn biopori di saluran air hujan akan lebih efektif meresapkan air hujan ke dalam tanah. Lubangnya dibuat sedalam mungkin. Tapi pipa yang dipasang di dalam lubang jangan panjang. Cukup paling panjang 20 cm saja,” lanjut Zamroni.
Sementara itu, kepada 40 siswa anggota tim lingkungan hidup SMP Hang Tuah 5 Sidoarjo peserta pembinaan lingkungan hidup, Aktivis Senior Tunas Hijau Bram Azzaino menyampaikan beberapa isu yang semakin tidak diperhatikan. Diantara isu lingkungan hidup itu adalah air hujan yang seyogyanya semuanya diresapkan ke dalam tanah, namun faktanya air hujan hanya mengalir di permukaan tanah dan berakhir ke laut. (ron)