SD SAIM Budayakan Menabung Sampah Bagi Warga Sekolah
Berbasis lingkungan hidup yang diterapkan oleh SD Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM) menjadi keuntungan tersendiri dalam mengarungi program Adiwiyata. Memulai mencoba mengikuti program adiwiyata pada 2010, SD Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM) langsung tancap gas melakukan pengelolaan lingkungan di sekolah.
Salah satu kegiatan lingkungan yang menarik perhatian kader lingkungan SD SAIM adalah lubang resapan biopori dan pengolahan sampah organik baik sisa makanan maupun sampah daun. Fakta tersebut disampaikan oleh Rizka Dhita Zafira, salah seorang kader lingkungan kepada Tunas Hijau yang menggelar pembinaan lingkungan hidup sekaligus ekspose adiwiyata, Rabu (22/01).
Pernyataan kader lingkungan tersebut dibenarkan oleh tanggapan dari Panji, guru pembina lingkungan yang menyatakan bahwa dalam mengikuti program adiwiyata ini setiap kelas memiliki jadwal kegiatan lingkungan sendiri-sendiri. “Salah satu contohnya seperti dalam program pengomposan untuk kelas 4, menabung sampah untuk kelas 5 dan biopori untuk kelas 6,” ucap Panji.
Dalam ekspose adiwiyata ini, guru pembina lingkungan yang menyukai olahraga ini menerangkan bahwa eksistensi sekolah yang berlokasi di daerah Semampir ini dimulai sejak 2010, kemudian berlanjut lagi pada tahun 2011. “Pada tahun 2013, sekolah kami berhasil menjadi adiwiyata mandiri. Tentunya berita tersebut menjadi tanggung jawab warga bersama untuk mempertahankan prestasi tersebut,” ucap Panji.
Sementara itu, tidak hanya sekedar penjelasan saja, Tunas Hijau mengajak kader lingkungan yang biasa dipanggil duta lingkungan ini untuk melakukan beberapa kegiatan lingkungan seperti pengolahan sampah organik, pengecekan lubang resapan biopori dan bank sampah. “Banyaknya sarana lingkungan memudahkan duta lingkungan mengajak warga sekolah untuk semakin peduli lingkungan. “ ucap Rizky Dhita Zaffira. siswa kelas 6.
Dalam pembinaan ini, Tunas Hijau mengajak kader lingkungan untuk mengecek kondisi lubang resapan biopori yang sudah lama tertanam. Menurut penuturan Anggriyan Permana, aktivis Tunas Hijau, kondisi lubang resapan biopori bisa jadi akan tertutup oleh tanah jika lubang resapan biopori tidak terisi penuh dengan sampah daun.
“Dengan mengisi sampah daun secara penuh, berarti secara tidak langsung kalian membuat kompos. Kalau sudah dua bulan, silahkan dipanen, kemudian lihat hasilnya tanah didalamnya pasti banyak cacingnya,” terang Anggriyan. Tidak hanya lubang resapan saja, Tunas Hijau juga mengajak kader lingkungan menimbang sampah botol dan kertas yang dihasilkan saat itu juga.
Menurut penuturan Taffy Nirarale, kader lingkungan mengatakan bahwa setiap hari duta lingkungan selalu menimbang dan mencatat hasil pengukuran berat. “Dalam satu hari sampah botol plastik yang bisa terkumpul sebanyak 2,5 kg, sedangkan untuk sampah kertas sebanyak 6,5 kg,” ucap Taffy Nirrarale, siswa kelas 5. Menabung sampah menjadi program pembiasaan lingkungan yang sudah lama diterapkan di SD SAIM.
Sayangnya, Panji, guru pembina lingkungan juga menambahkan bahwa tidak semua kegiatan lingkungan yang dilakukan di sekolah juga diterapkan di lingkungan rumah. “Kami ingin agar warga sekolah tidak hanya peduli lingkungan di sekolah, tetapi menjadi penjahat lingkungan di rumah,” ucap Panji.
Guru pembina yang gemar olahraga ini berencana untuk melakukan kompetisi untuk setiap siswa duta lingkungan membuat proyek lingkungan yang akan direalisasikan juga di rumah seperti menanam tanaman sayur, membuat lubang resapan biopori atau membuat kompos,” imbuh Panji. (ryn)