Tunas Hijau Apresiasi SMPN 1 Tumpang Sebagai Daerah Resapan Air Hujan
MALANG – Sampah kertas sebaiknya digolongkan ke dalam jenis sampah khusus. Buktinya, kertas bisa menjadi sangat awet hingga puluhan tahun dan ratusan tahun bila tidak berada di tanah. “Sampah kertas juga akan sangat mudah hancur atau terurai bila ditimbun di dalam tanah,” kata Aktivis Senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni kepada sekitar 40 siswa SMPN 1 Tumpang Kabupaten Malang saat evaluasi lapangan Sekolah Adiwiyata tingkat provinsi Jawa Timur, Jumat (7/3).
Sekolah juga menjadi tempat khusus bagi sampah kertas. “Maksudnya, penggunaan kertas menjadi kebutuhan warga sekolah setiap harinya. Alhasil, selalu banyak sampah kertas yang dihasilkan setiap harinya di sekolah,” tambah Zamroni yang juga anggota tim evaluasi Sekolah Adiwiyata provinsi Jawa Timur kepada para siswa sekolah nominasi penerima penghargaan Sekolah Adiwiyata tingkat Jawa Timur ini.
Ditambahkan Zamroni bahwa jumlah sampah kertas yang dihasilkan menjadi pembeda antara sekolah dengan perkampungan. “Maka, sudah sewajarnya ada tempat sampah khusus kertas yang disediakan di sekolah. Termasuk juga tempat sampah yang di kelas-kelas. Sebab, hampir setiap warga sekolah berpotensi menghasilkan sampah kertas,” terang Zamroni.
Berbeda dengan fakta yang ditemukan Tunas Hijau saat evaluasi lapangan di SMPN 1 Tumpang Kabupaten Malang itu. Dimana ada tempat sampah, di sekolah selalu ada dua jenis tempat sampah. Yaitu tempat sampah basah (organik) dan tempat sampah kering (non organik). “Hampir semua tempat sampah kering kosong, Kak. Yang ada malah tempat sampah khusus organik malah diisi sampah kering,” jawab Adib Nasrulloh, siswa SMPN 1 Tumpang.
Apresiasi diberikan Tunas Hijau kepada sekolah ini. Pasalnya, sekolah menjadi daerah tangkapan (resapan) air hujan. “Terima kasih karena sekolah kalian telah memfungsikan sebagai daearh resapan air hujan dengan banyaknya lubang resapan biopori yang dibuat di drainase sekolah dan juga di lahan terbuka,” kata Aktivis Senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni yang disambut tepuk tangan para siswa dan guru.
Pada evaluasi lapangan Sekolah Adiwiyata Jawa Timur itu, Tunas Hijau memberikan beberapa challenge (tantangan) kepada tim lingkungan hidup sekolah yang beralamat di Jl. Raya Malangsuko Tumpang, Kabupaten Malang ini. Beberapa challenge itu disampaikan dengan waktu pemenuhan 1 x 24 jam yang mereka sanggupi.
Challenge pertama yaitu mengisi penuh 4 tong komposter aerob dengan sampah organik. “Bila sampah di sekolah tidak terlalu banyak, maka kalian bisa mengumpulkan sampah organik di pasar tradisional. Efektifitas keempat komposter yang kalian miliki akan terjaga. Sebab, sepertinya keempat komposter itu sudah lama tidak pernah diisi penuh,” kata Zamroni.
”Challenge kedua yaitu mengukur jumlah sampah non organik yang dibuang keluar sekolah. Sebab, faktanya, tidak sedikit sampah non organik yang selalu dibuang ke luar sekolah. Padahal di awal tadi kalian menyampaikan bahwa tidak ada sampah non organik yang dibuang ke luar sekolah,” jelas Zamroni.
Challenge ketiga yaitu membuat sedikitnya 50 lubang resapan baru di ruang terbuka. “Lubang yang telah dibuat selanjutnya diisi dengan sampah organik,” kata Zamroni. Challenge keempat adalah kelompok Dakwah Islam sekolah membuat kajian dakwah Islam untuk lingkungan hidup. Sedangkan challenge kelima adalah menghitung jumlah pohon besar yang ada di sekolah. (ro)