Pemilahan Sampah Dan Lubang Resapan Kurang Optimal Milik SDN Petrokimia Gresik
GRESIK – Memiliki luas lahan 13560 m² ditambah dengan rimbunnya pepohonan membuat SDN Petrokimia menghasilkan daun yang banyak. Potensi tersebut dimanfaatkan oleh sekolah untuk membuat pengolahan sampah organik khusus daun dengan memanfaatkan 4 tong komposter dan 1 komposter komunal. Fakta tersebut yang dilihat Tunas Hijau saat melakukan pembinaan di lingkungan ekolah peraih adiwiyata mandiri, Rabu (30/04).
Menurut penuturan Siti Fathoyah, kepala SDN Petrokimia, kompos dari pengolahan sampah organik menjadi produk unggulan sekolah tersebut. Dalam pembinaan lingkungan ini, sekolah yang mempunyai predikat adiwiyata mandiri mempunyai beberapa program pembiasaan lingkungan ini, sekolah yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani mempunyai polisi lingkungan, istilah bagi siswa peduli lingkungan.
“Tugas polisi lingkungan berbeda-beda, polisi lingkungan kelas 1 sampai 2 itu adalah melakukan SEMUT (Sejenak Memungut) sampah, sedangkan polisi lingkungan kelas 3 sampai kelas 4 adalah membuat hasta karya dari sampah kering dan polisi lingkungan kelas 5 dan 6 tugasnya adalah pengomposan,” ujar Siti Fathoyah.
Beberapa permasalahan lingkungan ditemui Tunas Hijau saat berkunjung ke sekolah, diantaranya adalah masih adanya plastik kemasan sekali pakai, belum optimalnya pemilahan sampah antara di kelas dan di halaman sekolah. Seperti yang disampaikan oleh Anggriyan, aktivis Tunas Hijau, bahwa belum optimalnya pemilahan sampah dikarenakan kurangnya kesadaran dari warga sekolah, selain polisi lingkungan untuk memilah sampah.
“Pemilahan sampah di halaman berbeda kondisinya dengan pemilahan sampah di kelas-kelas,” ucap Anggriyan. Anggriyan menjelaskan bahwa pemilahan sampah di halaman, lemahnya pengawasan membuat warga sekolah lain tidak lagi melihat jenis sampahnya saat membuang sampah. “Kalau di halaman, kami susah mengawasinya, karena banyak titik pemilahan sampah, meskipun sudah diberi keterangan, tetap saja, anak-anak yang belum peduli buang sampahnya tidak sesuai jenisnya, sedangkan kalau di kelas, pemilahan sampahnya diawasi langsung sama polisi lingkungan Kak,” ujar Mellisa Vanya Sabilla, siswa kelas 5.
Tidak hanya pemilahan sampah, Vera Ambarwati, guru pembina lingkungan mengatakan sekolah sudah membuat lubang resapan biopori, namun masih belum optimal. “Penyebabnya adalah pipa penopangnya terlalu panjang, sehingga pipa paralonnya melebihi permukaan tanah, selain itu lubang resapan biopori ini juga jarang kami isi dengan sampah organik,” jelas Vera Ambarwati. Penjelasan tersebut membuat Tunas Hijau mengajak polisi lingkungan untuk mengisi lubang resapan dengan sampah organik, lalu membuat lubang resapan baru lagi.
Sementara itu, bagusnya, setiap sabtu, sekolah yang berada di dalam komplek perumahan Petrokimia ini menerapkan pembiasaan sodakoh sampah. Artinya adalah setiap sabtu, siswa diminta untuk menyumbangkan sampahnya agar sampah tersebut bisa dijual. “Shodakoh sampah ini, mengajak mereka mengurangi sampah, selain itu mereka juga dapat banyak keuntungan dengan menjual kembali sampah tersebut untuk dikembalikan ke kegiatan lingkungan. (ryn)