Siti Fatonah, Guru Pembina Lingkungan Hidup SDN Kandangan I Surabaya
Kiprahnya di bidang lingkungan dimulai kali pertama saat menghadiri workshop lingkungan yang diselenggarakan Tunas Hijau bersama Auto 2000 HR Muhammad dan walikota Surabaya saat itu Bambang Dwi Hartono. Motivasinya untuk menangani lingkungan adalah sewaktu melihat kondisi sekolah pada waktu itu masing kurang kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan.
Mulai dari kepedulian untuk mengolah sampah, memisahkan sampah organik dan non-organik hingga minimnya kegiatan lingkungan di sekolah menjadi alasan utamanya memulai kegiatan lingkungan di SDN Kandangan III Surabaya pada 2007.
Sejak saat itu, secara berkelanjutan sosok guru bernama lengkap Siti Fatonah ini memberanikan diri mengajak warga SDN Kandangan III untuk mengubah pembiasaan lingkungan dari yang awalnya hanya membuang sampah di tempatnya, secara perlahan diajak untuk memilah dan mengumpulkan sampah non organik.
Mengajak warga sekolah untuk melakukan aksi SEMUT (Sejenak Memungut) sampah. Hingga mengajak anak-anak untuk mengolah sampah organik sisa makanan untuk dijadikan kompos dengan keranjang komposter.
Selama kurun waktu 2007 hingga sekarang, guru kelahiran Jombang, 25 November 1965 terus tanpa berhenti menggiatkan kegiatan lingkungan di sekolah, termasuk di sekolah tempatnya ditugaskan saat ini, yakni SDN Kandangan I.
Menurutnya, hal yang menarik selama berkecimpung di bidang lingkungan manakala sebagai seorang guru yang mempunyai ide program dan program tersebut berhasil direalisasikan hingga memberikan dampak perubahan perilaku warga sekolah dan sekitarnya. “Kalau ide program lingkungan hidup yang kita sampaikan itu direalisasikan dan didukung oleh warga sekolah hingga berhasil membawa dampak itu adalah kepuasan tersendiri,” ujar Siti Fatonah.
Sepuluh tahun berkiprah memberi guru lulusan Universitas Muhammadiyah Surabaya ini banyak pengalaman duka maupun suka. Salah satu pengalaman yang berkesan adalah saat dirinya menjadi juri program Adiwiyata tingkat provinsi Jawa Timur tahun 2012.
“Menariknya itu kalau jadi juri tingkat provinsi, saya dapat mencuri ide-ide yang dilakukan oleh sekolah di luar kota yang bisa diadopsi di sekolah. Selain juga membandingkan kegiatan lingkungan antar satu sekolah dengan sekolah lainnya,” tutur guru yang hanya mempunyai satu orang anak ini.
Dukanya adalah saat dirinya kurang mendapat dukungan dari sesama rekan guru yang ada di sekolah saat merealisasikan programnya. Perbedaan visi misi antar guru membuat dirinya kerap mendapati guru-guru yang lain itu “gembosi” program yang akan dijalankannya.
“Ya sebagai contoh, saya mengajak anak-anak untuk mengurangi penggunaan plastik kemasan sekali pakai. Eh malah ada guru yang dengan santainya menggunakan plastik di depan anak-anak. Jadinya saya sedih melihat itu,” terang Siti Fatonah.
Keteladanan dalam bidang lingkungan itu dibawanya ke daerah tempat tinggalnya di Jalan Candi Lontar Tengah VIII nomor 7 Surabaya. Sebagai salah satu pengurus PKK di kampungnya, Siti sapaan akrab guru berusia 52 tahun ini menyisipkan pesan lingkungan untuk mengurangi penggunaan plastik kemasan saat ada kegiatan arisan atau kegiatan ibu PKK lainnya. Mau tidak mau, karena sudah menjadi kebiasaan membuat dirinya mengajak warga kampung terutama ibu-ibu PKK untuk mengurangi sampah plastik.
Tidak hanya sebagai juri Adiwiyata provinsi saja, setiap tahunnya perempuan lulusan Bahasa Indonesia ini menjadi juri Adiwiyata tingkat Kota. Menurutnya, dengan adanya program lingkungan hidup di Surabaya membuat sekolah-sekolah berbondong-bondong mendeklarasikan diri sebagai sekolah budaya dan peduli lingkungan.
Ditambah dengan semakin banyaknya sekolah yang getol melakukan kegiatan lingkungan di sekolah masing-masing. “Senang rasanya, semakin bertambahnya tahun, semakin banyak sekolah yang aktif melakukan kegiatan lingkungan. Ini artinya, masalah lingkungan sudah menjadi isu utama di sekolah,” ujar Siti, lulusan S2 jurusan Manajemen SDM di STIE Mahardika.
Banyaknya pengalaman yang dimiliki, membuat Yulis Yuliana, salah seorang guru pembina lingkungan SDN Kandangan 1, sekolah yang baru dijejaki Siti selama 2 tahun, menilai sosok inspiratif ini bisa menjadi guru sekaligus senior yang dapat membagikan pengalamannya di lingkungan kepada guru-guru muda di sekolah.
“Saya berharap, lebih lanjut Bu Siti bisa berbagi pengalaman kepada kami dan karena pengalaman itu saya harap dapat membawa perubahan yang lebih baik lagi dari sebelumnya untuk urusan lingkungan,” jelas Yulis, guru kelas 3 SDN Kandangan I. (ryn)