Kenalkan Hidroponik Sistem Sumbu dan NFT Pada Peserta Workshop di SDN Rangkah VI
Rasa penasaran puluhan guru sekolah dasar di Kecamatan terhadap metode hidroponik yang dipamerkan di depan. Layaknya demo memasak, Satuman, aktivis Tunas Hijau memperkenalkan satu persatu peralatan yang dibutuhkan untuk memulai membuat hidroponik. Aktivis berperawakan tinggi ini menjelaskan metode hidroponik dengan sistem sumbu atau wick. Rasa penasaran mereka berkembang hingga tak jarang meja display hidroponik ramai dipenuhi oleh beragam pertanyaan yang dilontarkan mereka kepada aktivis Tunas Hijau ini.
Informasi tersebut terjadi saat workshop hidroponik yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kota Surabaya bersama Tunas Hijau di SDN Rangkah VI, Rabu (18/04). Workshop yang diikuti oleh 70 orang perwakilan siswa dan guru dari 21 sekolah dasar se kecamatan Tambaksari ini memfokuskan pada praktek langsung dalam menjalankan sistem hidroponik sumbu. “Ada dua faktor penting yang harus diperhatikan saat memulai hidroponik yakni proses penyemaian dan HSS atau Hari Setelah Semai” ujar Satuman.
Menariknya, pada workshop kali ini anak-anak diajak untuk mengisi permainan TTS Teka Teki Silang bertema hidroponik. Permainan berpikir ini menjadi moodbuster atau penggugah semangat anak-anak untuk lebih dalam lagi mengenal metode penanaman yang dibantu media air. “Silahkan diisi semua jawabannya ada di materi presentasi yang sudah kalian bawa. Kalau kalian mau membaca semua materinya pasti mudah menjawab pertanyaan yang ada di TTS ini,” ujarnya. Satu persatu mereka menanyakan jawaban pertanyaan sambil menunjukkan hasil kerja mereka mencari jawabannya.

Dua metode pembuatan hidroponik yakni wick atau sumbu dan NFT (Nutrient Film Technique) mampu menghimpun beragam pertanyaan dari peserta workshop sejak pagi. Satuman, menjelaskan bahwa dua sistem hidroponik tersebut menjadi salah satu persayaratan dalam kompetisi hidroponik yang akan segera digelar khusus untuk sekolah dasar. Salah satu pertanyaan yang dilontarkan peserta adalah perbandingan kemudahan proses perawatan antara sistem sumbu dengan NFT.
“Dari kedua sistem ini, saya lebih memilih menerapkan sistem NFT ketimbang sumbu, kenapa begitu karena dengan sistem NFT yang perlu diperhatikan adalah komposisi pemberian nutrisi dan memastikan sirkulasi airnya tetap jalan. Sedangkan dengan sistem sumbu, kita harus telaten untuk mengaduk airnya dan mengganti airnya secara berkala. Belum lagi pemberian nutrisi juga harus tepat,” jelas Satuman. Dari penjelasan aktivis ini, mereka diajak langsung praktek untuk proses penyemaian dengan metode sumbu.
Kesimpulannya, dari proses pembuatan hidroponik yang diperkenalkan yakni melalui sistem sumbu maupun NFT, faktor terpenting yang menentukkan keberhasilan hidroponik ada pada proses penyemaian benihnya dan manajemen pemberian nutrisi secara berkala dan dengan komposisi yang tepat. “Semuanya bergantung pada proses penyemaiannya bapak, ibu guru dan adek-adek. Kalau proses penyemaiannya salah atau cenderung KUTILANG, maka sayuran tersebut tidak akan bagus hasil panennya, tetapi kalau sampai sudah keluar daun sejati dan gemuk ya hasil panennya bagus,” imbuhnya.(ryn)
Keterangan foto : Satuman, aktivis Tunas Hijau, menjelaskan cara pengelolaan hidroponik menggunakan sistem sumbu dan NFT kepada peserta workshop hidroponik di SDN Rangkah VI, Rabu (18/04).
Mantaaap banget
Nama : Verlita anggraini putri
no peserta : 268
sdn rungkut menanggal 1 surabaya
pemanfaatan limbah cangkang telur.
keren kak…..boleh dicoba metode hidroponik NFT ini,cepat hasil bagus kreatif …mantap banget ..sukses selalu ya kak.jangan pernah lelah untuk metode terbaru dan terbaik ya…