Agustina, Kepala SMPN 18 Surabaya: “Target Utama Adalah Sekolah Bebas Plastik”
Belum genap satu tahun sosok pemimpin perempuan ini menahkodai SMPN 18 Surabaya, namun satu predikat baru sudah menjadi prestasi yang didapatkan sekolah untuk kali pertama. Prestasi tersebut adalah terpilihnya sebagai juara pertama sekolah Adiwiyata tingkat Kota Surabaya. Adalah berkat tangan dingin dari Agustina Susi Utami, kepala sekolah yang per September tahun lalu resmi mengabdikan diri kepada sekolah yang berlokasi di Jalan Bambang Sutoro ini. Karena gelar sekolah Adiwiyata Kota ini yang membawa banyak perubahan di sekolah.
Perempuan yang akrab disapa Agustina ini menceritakan bagaimana dirinya memulai perubahan di sekolah barunya. Menurutnya, prestasi yang didapatkan sekolah adalah hasil dari kegigihan dan kerjasama yang baik dari seluruh stakeholders sekolah baik itu guru, siswa, walimurid, penjaga sekolah, kantin dan kepala sekolah. “Awalnya, saya hanya menawarkan ide untuk mengikuti kegiatan Adiwiyata Kota yang untuk kali pertamanya bagi sekolah. Ide itu disampaikan di hadapan seluruh guru, karyawan dan kantin,” terangnya.
Perjuangan untuk meraih prestasi tersebut tidaklah mudah dan cepat, semuanya membutuhkan proses dan pengorbanan dari setiap elemen sekolah. Ide yang sudah disepakatipun secara perlahan mulai direalisasikan. Menariknya, demi menyiapkan persiapan penilaian Adiwiyata Kota, guru-guru dan Agustina rela untuk bekerja hingga malam. “Saya sangat mengapresiasi kinerja dari tim guru yang mau saya ajak lembur hingga malam. Bahkan saat liburan sekolah, secara bergantian merekapun mau untuk menyiapkan kebutuhan fisik dan administrasinya,” tegasnya.
Gebrakan awal yang dilakukan oleh mantan kepala SMPN 34 Surabaya di sekolah barunya adalah penerapan sekolah bebas sampah plastik di kantin. Perempuan kelahiran Surabaya ini memberikan sosialisasi kepada seluruh penjaga kantin sekolah tentang bahaya penggunaan plastik sekali pakai dan membuat perjanjian dengan mereka. “Kantin SMPN 18 Surabaya sudah tidak menjual makanan dengan bungkus plastik. Kami menggunakan piring dan gelas. Anak-anak juga membawa tempat makan sendiri,” ucap Agustina.
Menariknya lagi, pengurangan plastik kemasan di sekolah ini dipertegas dengan adanya peraturan yang melarang warga sekolah membawa plastik dari luar masuk ke dalam lingkungan sekolah. Nunung, salah seorang guru pembina lingkungan, bercerita tentang larangan membawa sampah plastik ke dalam sekolah berawal dari dirinya yang melihat penjaga sekolah menegur siswa saat kegiatan ektrakurikuler membawa jajanan berbungkus plastik dari luar. “Dek, kalau mau masuk ke sekolah, habiskan dulu jajannya di luar, karena sekolah sudah melarang adanya plastik,” ucapnya.
Menurut Agustina, kepala sekolah lulusan S2 Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Surabaya, penerapan kebijakan tentang pengurangan sampah plastik ini berdampak besar pada pengurangan volume sampah yang dihasilkan oleh sekolah hingga mencapai lebih dari 50 %. “Kalau dulu, sampah yang dibuang ke luar dari sekolah bisa lebih dari satu gerobak kak. Tetapi, sekarang sepertinya tidak sampai satu gerobak. Karena praktis hanya sampah jenis kertas saja yang dihasilkan di sekolah, sedangkan untuk plastiknya sudah tidak ada,” tuturnya.
Di mata guru-guru, sosok Agustina dikenal sebagai sosok kepala sekolah yang ringan tangan, tidak hanya memberikan perintah tetapi juga tidak segan untuk turun langsung memberikan contoh untuk setiap penerapan ide yang disampaikan. Tidak hanya itu, sejak kepemimpinannya beragam kegiatan lingkungan sudah diterapkan di sekolah, mulai dari pengomposan, pembuatan lubang biopori, gerakan melukis totebag sebagai tas pengganti kresek, lomba membuat poster, penataan tanaman dan taman-taman kelas.
Rencana kedepannya, perempuan yang tinggal di daerah Kampung Tambak Wedi ini akan mengajak anak-anaknya untuk melakukan wisata lingkungan belajar mengenai pengelolaan sampah di Kota Surabaya dengan tujuan TPA Benowo dan Depo Jambangan. “Yang terdekat adalah mengajak anak-anak jalan-jalan sambil belajar sampah bersama Tunas Hijau. Tetapi, setelah itu saya akan mengajak setiap kelas untuk memunculkan ikon toga yang bisa dimanfaatkan menjadi produk. Lalu mereka bisa secara bergantian menjualnya di depan kelas,” terang Agustina. (ryn)
Assalamualaikum wr wb
Nama:Sandy
Sekolah:SDN PENELEH 1
No peserta:462
Jooooooooooos bu semoga menulari sekolah lain💗👌👍🧕wassalam🙏🏻🙏🏻🙏🏻