Ada Peran Partisipatoris di Hidroponik Kadamasa
Lahan sisa di SDN Kapasari VIII Surabaya tidak saja sempit, tapi keberadaaannya juga nylempit. Berada di sisi belakang sekolah yang berlokasi di Jl Kusuma Bangsa no. 124 Surabaya.
Namun sempit dan nylempitnya lahan itu menjadi penuh nilai saat hamparan paralon berjajar dengan ditumbuhi aneka sayuran segar. Meski hanya berukuran tidak lebih dari 3×5 meter, namun tidak menghalangi sekolah itu membudidayakan tanaman sayuran.
Sudah tiga kali panen selama tahun ini. Hasilnya juga lumayan. Tidak saja untuk kebutuhan sayuran para guru. Tapi juga sebagian wali murid. Orang tua siswa di sekolah ini menjadi bagian dari pelaku hidroponik sekolah.
Salah satunya yang dikembangkan di SDN Kapasari VIII. Tiga kali pula saya menjadi saksi saat sekolah yang berjarak sekitar 1 kilometer dari Balai Kota Surabaya ini mengawali hidroponik sekolah.
Pertama saya tidak hanya kagetdengan hasil sayuran yang segar dan ayu. Tapi saat itu sudah ada siswa didampingi orang tuanya merawat hidroponik sekolah.
Ternyata, setelah saya tanya, banyak orang tua mempraktikkan urban farming dengan hidroponik di rumah mereka. Kedua peran orang tua siswa makin meluas hingga ketiga saya makin tidak bisa mengelak karena makin banyak warga luar sekolah yang “kesengsem” mempraktikkan urban farming dengan hidroponik.
Bahkan kali ketiga, sekolah yang dimotori seorang guru enerjik Eny Murtiningtyas berhasil kali kesekian melibatkan warga dan wali murid dalam pengembangan hidroponik. Sekolah ini makin masif membumingkan hidroponik tidak saja ke siswa, wali murid, tapi juga warga sekitar sekolah.
Sebagai simboliknya, sekolah yang selalu memberi warna khusus dalam pengembangan hidroponik ini menggelar deklarasi bumingkan hidroponik dengan memanfaatkan media tanam 1.600 botol bekas. Inilah budaya partisipatoris yang dikembangkan SDN Kapasari VIII dalam membumingkan hidroponik untuk menyukseskan program urban farming di Kota Surabaya.
Penulis: Faiq Nuraini, Harian Surya