Workshop Zero Waste Tunas Hijau pada Festival Vegan 2020
Festival Vegan terbesar di dunia kembali digelar di Grand City Convex Surabaya, (16-19/1/2020). Pada kegiatan yang diselenggarakan oleh Indonesia Vegan Society ini, Tunas Hijau yang disponsori oleh PT Dharma Lautan Utama mendapat kesempatan mengisi salah satu stan pameran yang berukuran 2 x 3 meter.
Capaian program Surabaya Eco School 2019 dipamerkan di stan Tunas Hijau. Diantaranya Sekolah Zero Waste 2019, yaitu sekolah yang tidak lagi menghasilkan sampah non organik kemasan makanan dan minuman sekali pakai.
Aktivis Senior Tunas Hijau Bram Azzaino dan Puteri Lingkungan Hidup 2019 SMP Erina Maula Hassya dari SMP Negeri 26 Surabaya menjadi narasumber Workshop Zero Waste pada hari pertama Festival Vegan Surabaya 2020, Kamis (16/1/2020). Workshop ini dilaksanakan di panggung utama Festival Vegan 2020 Surabaya.
Pada workshop yang diikuti sekitar 300 orang ibu-ibu PKK Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo ini membahascara mengelola sampah. Bram membuka workshop dengan mengajak kepada pengunjung untuk membayangkan yang akan terjadi apabila sampah-sampah yang ada di kita ini tidak dikelola dengan baik.

“Kita selalu diajarkan sejak SD untuk membuang sampah pada tempatnya. Lalu mengapa sampah banyak dimana-mana?” tanya Bram Azzaino sambil menunjukkan slide yang mengilustrasikan sampah yang memenuhi jalanan kota. Ia juga memperlihatkan foto banyaknya sampah di Gunung Everest. Juga sampah plastik yang ditemukan di laut terendah di dunia, yang sebenarnya tidak dihuni oleh manusia.
“Plastik itu berbahaya karena plastik tidak bisa terurai. butuh ratusan tahun bahkan lebih untuk alam bisa menguraikan sampah plastik. Coba lihat ini adalah bungkus mie indomie edisi 55 tahun kemerdekaan, dan ditemukan ketika Indonesia sudah berusia 74 tahun. Belum hancur. Masih utuh,” ucap Bram.
Menurut Bram, sampah susah dihilangkan dari bumi ini karena pola pikir manusia. “Pola pikir manusia yang biasanya kita temui adalah ini cuma satu sedotan plastik aja kok, kata 7 milyar manusia,” jelas Bram Azzaino yang lulusan S1 Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
Pengelolaan sampah yang baik, menurut Bram, dapat dengan mengambil contoh dari sistem pengelolaan sampah seperti di Jepang yang membedakan sampah yang dipilah menjadi 7 jenis sampah. Sedangkan di kota-kota di Indonesia, sampah hanya dibedakan menjadi sambah basah dan sampah kering atau sampah organik dan sampah non organik.
Ini masih kurang efektif misalnya kalau di Surabaya sampah pulpen hanya akan masuk kategori sampah kering.Sedangkan di negara Jepang, pulpen akan dipisah sesuai dengan komponennya. Yaitu tubuh pulpen plastik di tempat plastik, dan bagian besi pulpen di tempat besi atau logam.

Dampak sampah ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di daratan, tetapi hal yang paling menakutkan justru terjadi di laut. “Banyak kura-kura dan penyu yang mati karena plastik, 1 per 3 populasi,” terang Bram Azzaino, yang pada tahun 2017 berkesempatan mengunjungi negara Jepang untuk belajar energi terbarukan ini.
Disampaikan oleh Bram Azzaino bahwa tempat sampah terbesar di dunia bukanlah di daratan melainkan di lautan yaitu di Lautan Pasifik. Hasilnya banyak hewan laut seperti kura-kura dan penyu yang harus menderita dan mati karena terluka atau memakan plastik.
“Hewan tak bisa membedakan makanan dan yang bukan makanan. Bahkan plankton, organisme terkecil di dunia pun sudah mengkonsumsi plastik. Coba bayangkan jika plankton ini dikonsumsi ikan, ikan dimakan oleh kita,” kata Bram.
Menurut Bram Azzaino, banyak yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk meminimalkan dampak buruk dari sampah dan limbah yang setiap hari dihasilkan di rumah. “Ayo pilah jelantah. Kumpulkan jelantah sampai banyak. Pilah juga sampah non organik berdasarkan jenisnya. Setorkan ke bank sampah,” saran Bram.
Puteri Lingkungan Hidup 2019 Erina Maula Hassya menceritakan pengalamannya dalam mengolah sampah dan menerapkan hidup sehat zero waste. Erina bersama dengan keluarga, telah melakukan hidup sehat peduli lingkungan ini sudah lama jauh sebelum aktif dalam Penganugerahan Pangeran dan Puteri Lingkungan Hidup 2019.
“Saya dan keluarga sudah terbiasa mengolah sampah yang dihasilkan di rumah. Saya mengumpulkan jelantah dari rumah dan tetangga dan mengolahnya menjadi sabun dan lilin,” kata Puteri Lingkungan Hidup 2019 Erina Maula Hassya.
Menurut Erina, keluarga sangat berperan penting dalam meminimalkan dihasilkannya sampah plastik. “Saya, adik, ibu dan ayah senantiasa membawa tumbler setiap kali meninggalkan rumah untuk aktivitas harian. Kalau habis air minumnya, kami terbiasa membeli minuman menggunakan tumbler yang kami bawa,” ujar Erina.
Erina juga membagikan cara mengolah jelantah, yang disambut dengan sangat antusias ibu-ibu PKK peserta workshop ini. “Yang perlu disiapkan dalam mengolah minyak jelantah 500 ml adalah jelantah yang dicampur dengan 180 ml larutan air. Dalam mengolah saya menggunakan jelantah yang masih cukup bening, sedangkan jelantah yang sudah hitam saya setorkan ke bank sampah,” kata Erina.
Penulis: Fitri Al Istiqomah
Penyunting: Mochamad Zamroni