Keluarga Sadar Iklim SDN Sumberrejo dan SDN Lidah Kulon I Sadar Iklim
Surabaya Eco School 2020 diselenggarakan oleh Tunas Hijau ID bersama Pemerintah Kota Surabaya dengan tema “Climate Action on Pandemi”. Konsep peduli lingkungan berbasis keluarga, yaitu Keluarga Sadar Iklim menjadi salah satu fokusnya.
Beberapa sekolah mulai melaksanakan aksi mereka dengan keluarga masing-masing. Di antaranya adalah SDN Sumberrejo Surabaya. Hal ini disampaikan oleh Kepala SDN Sumberrejo Surabaya Dhian Laksmi Tindasari ketika Tunas Hijau ID melakukan evaluasi lapangan ke sekolah ini, Selasa (29/9/2020).
“Sejak selesai Workshop Surabaya Eco School 2020, saya langsung menyampaikan kepada tim untuk segera membentuk keluarga sadar iklim minimal 10 keluarga,” ujar Dhian.
Hal tersebut direspon positif oleh warga sekolah. Sedikitnya 15 keluarga berpartisipasi untuk menjadi bagian keluarga sadar iklim. Meskipun koordinasi dilakukan secara daring, namun antusias warga sekolah sangat baik.
Salah satu keluarga siswa yang merealisasikan sadar iklim ialah Andi Muzawwar Bustomi. Siswa ini bersama keluarganya membuat lubang resapan biopori di depan rumahnya. Menurut Dhian, Andi melalukan pengeboran karena kebetulan RT-nya mempunyai alat bor biopori.
“Alat bor tersebut juga dipinjamkan ke temannya yaitu Farah Syakirah kelas 2 dan Achmad Syehla Al Firdaus siswa kelas 6,” ungkap Dhian Laksmi Tindasari, kepala SDN Sumberrejo Surabaya.

Lain cerita dengan SDN Lidah Kulon I Surabaya yang berusaha merealisasikan sekolah sadar iklim dengan membersihkan saluran air pasca Workshop Surabaya Eco School 2020 yang termasuk salah satu poin dalam sekolah sadar iklim.
“Saya kerahkan guru dan petugas kebersihan sekolah dengan personil terbatas agar saluran air tidak tersumbat. Karena kondisi sekolah kami memiliki banyak pohon, yang mana potensi daur gugur kemudian masuk selokan,” ujar Sedarwarti sebagai Kepala SDN Lidah Kulon I Surabaya.
Merealisasikan sekolah sadar iklim memang tidak semudah merealisasikan ketika tidak pandemi COVID-19. Target SDN Lidah Kulon I Surabaya adalah mengaktifkan kembali pengolahan sampah organik yang sempat terhenti. Salah satu triknya adalah menggerakkan petugas kebersihan dan petugas keamanan sekolah.
“Saya coba petugas kebersihan agar tidak dibuang langsung ke tempat sampah, sedangkan petugas kebersihan yang mengolahnya. Selanjutnya minimal 1 orang guru berpartisipasi,” ujar Sedarwati.
Penulis: Fatih Abdul Aziz
Penyunting: Mochamad Zamroni