Literasi Kebencanaan  (4) Pemantauan Gunung Api

Indonesia berada di kawasan Cincin Api Pasifik dan mempunyai 129 gunung api aktif yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan geologi Kementerian ESDM sudah membangun pos pengamatan gunung api aktif yang ada di seluruh Indonesia. 

Kepala PVMBG Kementerian ESDM menjelaskan pemantauan terhadap gunung api aktif Indonesia tersebut merupakan salah satu mitigasi erupsi gunung api. PGA secara rutin menyampaikan informasi dan berkoordinasi dengan adanya aktivitas gunung api tersebut kepada para pemangku kepentingan terkait. 

Saat ini PVMBG sudah melakukan pemantauan terhadap 68 gunung api secara menerus melalui Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) selama 24 jam. Hasil pemantauan dan monitoring hingga akhir November 2023 tercatat gunung api pada Level III (Siaga) sebanyak tiga gunung yaitu Anak Krakatau, Merapi, dan Semeru. 

Gambar 1 : Kiri : Sketsa alat pantau gunung api, Kanan : Lokasi alat pantau Gunung Merapi DIY  (PVMBG)

Sementara gunung api yang berada di  Level II (Waspada) sebanyak 18 gunung api, dan Level I (Normal) ada 47 gunung api. Gunung api aktif bisa dilihat secara langsung di web ini https://magma.esdm.go.id/v1.

Keberadaan PGA sangat krusial mengingat gunung api aktif menjadi kawasan permukiman, wisata dan pendakian sehingga ada risiko bencana. Dulu saat puncak dan lereng gunung api tidak ada aktivitas manusia tidak ada risiko. PGA melakukan pemantauan bertujuan untuk memprediksi erupsi kapan erupsi terjadi, berapa lama erupsi berlangsung, dimana pusat erupsi dan bagaimana karakteristik erupsi. 

Para ahli gunung api memprediksi berdasarkan sejarah geologi gunungapi bersangkutan dan tanda-tanda dari hari ke hari yang diperoleh dari hasil pengamatan visual dan instrumental. Erupsi sendiri merupakan peristiwa keluarnya magma dari prut bumi ke permukaan bumi. 

Gambar 1 : Kiri : Sketsa alat pantau gunung api, Kanan : Lokasi alat pantau Gunung Merapi DIY  (PVMBG)

Pergerakan magma naik menuju ke permukaan akan diikuti tanda utama sebagai indikasi menjelang erupsi, yaitu : (1) meningkatnya gempa-gempa vulkanik, (2) deformasi atau perubahan permukaan gunung akibat desakan magma, (3) kenaikan flux gas-gas vulkanik  dan (4) adanya peningkatan suhu kawah.

Pemantauan aktivitas gunung api bisa dilakukan pemantauan langsung dengan indera manusia  dan dengan peralatan instrumentasi. Pemantauan dengan cara melihat langsung melalui indera manusia atsu pemantauan visual, seperti misalnya adanya kepulan asap dan perubahan warnanya, perubahan morfologi tubuh gunungapi dan munculnya kubah lava. 

Tanda-tanda lainnya seperti meningkatnya ketajaman bau belerang, warna asap yang berubah menjadi lebih gelap, suara-suara gemuruh, layunya tumbuhan di sekitar puncak gunung api dan lain-lain. Bisa juga pemantau membuat sketsa atau melalui rekaman menggunakan kamera atau video yang dilakukan secara menerus. Tujuannya adalah menemukan perubahan yang bisa terdeteksi secara visual. 

Rekaman retakan batuan yang dilewati magma  sebagai hiposenter gempa dari Gunung Kelud 10 September – 2 November 2007 (Waspada – Awas)

Pengamatan visual seringkali efektif namun memiliki kelemahan pada tingkat akurasi dan subjektivitasnya yang cukup tinggi. PVMBG menyebutkan bahwa ada tanda-tanda yang akan muncul menjelang erupsi dan tanda tanda tersebut berbeda antara satu gunung api dengan lainnya bahkan pada gunung api yang sama juga berbeda. Untuk itu sangat dibutuhkan alat pantau gunung api yang aktif. Pemantauan gunungapi apalagi pada saat gunungapi bergejolak harus melibatkan berbagai disiplin ilmu dengan berbagai macam peralatan.

Untuk memantau aktivitas sebuah gunung merapi yang aktif (Gambar 1) maka banyak alat yang digunakan. Di antaranya:

1. Seismometer

Perjalanan magma ke permukaan bumi akan memecahkan batuan yang dilewatinya sehingga akan terkirim getaran ke segala arah termasuk ke puncak gunung berapi. Getaran ini akan direkam dengan alat seismometer yang akan memberi informasi lokasi kedalaman magma dan magnitude gempa secara real time. 

Seismograf 

Seismometer adalah alat untuk mengukur goncangan/getaran tanah, yang dihasilkan dari gelombang seismik yang dihasilkan oleh gempa bumi, letusan gunung berapi, dan sumber gempa lainnya. 

Gelombang seismik yang dikirimkan dan terekam di seismogram bisa digunakan untuk memetakan bagian dalam bumi, serta menemukan dan menentukan ukuran dari sumber gempa yang berbeda. Saat ini ada Seismometer Broadband.yang nempunyai kemampuan  bisa merekam getaran dalam jangkauan frekuensi yang cukup lebar. 

2. Tiltmeter

Perubahan puncak dan lereng gunung api atau yang dikenal dengan deformasi ini bisa diamati menggunakan GPS, Tiltmeter, dan beberapa peralatan lainnya. Pengamatan deformasi ini akan memberikan informasi apakah gunung api sedang mengembang atau sedang tidak mengembang (tidur). 

Tiltmeter adalah alat pengukur deformasi gunung yang berfungsi untuk mendeteksi pengembungan atau pengempisan tubuh gunung. Perangkat Tiltmeter terdiri dari tiga komponen utama, yaitu Pelat Tiltmeter, Portable Tiltmeter, dan Readout Unit.

Struktur yang dipandang perlu untuk dilakukan pengukuran dengan metode Tiltmeter adalah struktur yang secara visual telah menunjukkan adanya perubahan posisi secara horizontal atau vertikal agar dapat diketahui intensitas gerakannya.Untuk kasus sebuah gunung berapi, biasanya para ilmuwan akan memasang Tiltmeter di banyak titik, mulai dari kaki gunung hingga dataran-dataran tertinggi yang diperkirakan sebagai jalur aliran lava.

3.  Pengamatan Gas dan Thermal

Selain peningkatan seismisitas, peningkatan gas dan thermal (suhu) juga terjadi apabila sebuah gunung api akan erupsi. Beberapa gas keluar ketika gunung api mau dan sedang erupsi antara lain; Karbonmonoksida (CO), Karbondioksida (CO2), Hidrogen Sulfide (H2S), Sulfurdioksida (S02), dan Nitrogen (NO2). Peningkatan suhu juga bisa teramati dari mulai mengeringnya sungai dan danau serta perpohonan yang mulai mati di sekitar gunung api.

Pengukuran untuk gas dan thermal bisa dilakukan secara langsung, namun pengukuran secara langsung sangat berisiko bagi pengukur. Solusi lain adalah dengan cara memasang alat pengukuran gas dan thermal di lapangan fumaroel dan datanya terekam secara terus-menerus dan bisa dikirim secara automatis ke pusat pengamatan. Untuk saat ini pengukuran kandungan gas juga sudah bisa dilakukan melalui pesawat terbang seperti gambar (USGS) disamping tulisan ini.

4. Pemantauan dengan kamera on line

Perubahan morfologi puncak atau kubah lava dari foto-foto yang diambil secara rutin dari titik yang sama di beberapa sektor. Perubahan morfologi yang diamati terutama pada perubahan ketinggian kubah lava relatif terhadap lava-lava lama. Setiap posisi pengambilan foto mempunyai referensi jarak berbeda satu dengan yang lain. Posisi kamera tersebar di pos pengamatan untuk pemantauan secara visual. Dengan kemajuan teknologi digital semakin memudahkan untuk memperoleh gambar foto baik untuk keperluan ilmiah. 

CCTV saat ini bisa memantau temperatur dan gas. 

6.   Pengamatan Graviti dan Geomagnet

Saat gunung api normal bisa dilakukan pengamatan yang lain yaitu pengamatan graviti dan geomagnet. Pergerakan magma ke permukaan gunung api akan terjadi perubahan densitas (berat jenis). Untuk mengetahui perubahan magma bawah permukaan ini perlu dilakukan pengukuran metode graviti secara berkala pada sebuah gunung api. Permodelan hasil pengukuran graviti akan bisa untuk memprediksi volume dapur magma suatu gunung api.

Sedangkan pengamatan geomagnet dilakukan untuk mengamati nilai intensitas magnet di atas gunung api, apabila magma mulai naik ke atas permukaan maka nilai intensitas magnet di atas gunung api akan rendah karena pengaruh panas magma. Magma yang naik ke atas permukaan akan memiliki nilai susceptibilitas yang rendah dibandingkan dengan batuan vulkanik pembentuk gunung api. Hasil akhir dari pengukuran Geomagnet juga untuk memodelkan volume daripada dapur magma.

Sumber : PVMBG dan USGS

Penulis: Amien Widodo

1 thoughts on “Literasi Kebencanaan  (4) Pemantauan Gunung Api

  • Desember 26, 2023 pada 00:13
    Permalink

    Maasyaa Allah…
    Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kakak-kakak Tunas Hijau ID dan Bapak Amien widodo (ngapunten sanget saya baru mengetahui jika ada literasi lanjutan yang mungkin ini jawaban dari pertanyaan di literasi sebelumnya)

    Terimakasih atas banyaknya penjelasan sehingga wawasan saya tentang gunung menjadi bertambah…
    Ini ilmu yang sangat bermanfaat sekali untuk masyarakat luas terutama buat mereka yang tinggal di sekitar pegunungan…

    Salam penuh hormat buat Kakak Tunas Hijau ID dan Bapak Amien…
    Sekali lagi terimakasih yang sebesar-besarnya njih…
    Semoga Rahmat dan Keberkahan Dari Allah senantiasa meliputi njenengan semua beserta seluruh keluarga…
    Aamiin Allahumma Aamiin…
    Maturnuwun sanget…

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *