Para Ortu Siswa Berlatih Olah Sampah Organik untuk Kompos Padat dan Pupuk Cair
Mengolah sampah organik menggunakan komposter susun adalah metode yang praktis dan efisien untuk menghasilkan kompos padat dan pupuk cair secara bersamaan. Sampah organik yang bisa digunakan sebagai bahan bakunya adalah semua jenis sampah organik.
Berbeda dengan pengolahan eco enzim yang tidak bisa mengolah sampah nasi siswa dan dedaunan kering. Berbeda juga dengan pengolahan sampah organik menggunakan maggot yang tidak bisa mengolah sampah organik jenis dedaunan kering. Pengolahan sampah organik dengan komposter susun bisa mengolah semua jenis sampah organik.
Pelatihan Pengolahan Sampah Organik dengas Komposter Susun diselenggarakan oleh Tunas Hijau di SMPN 44 Surabaya, Selasa (26/11/2024) siang. Di sekolah yang berlokasi di Jalan Kunti itu, peserta pelatihan yang sebagian besar adalah orang tua siswa mendapatkan penjelasan cara menggunakan komposter susun untuk mengolah sampah organik.
Bram Azzaino, narasumber pelatihan ini, mengatakan bahwa ember dua ember bekas dengan kapasitas masing-masing 25 liter digunakan untuk wadahnya. “Bagian bawah ember yang di bawah diberi keran. Dasar ember yang di atas diberi beberapa lubang kecil untuk mengalirkan cairan sampah organik ke ember di bawahnya,” ujar Bram Azzaino.
Kotak/ember lapisan atas:
1. Tambahkan sisa organik yang sudah dipotong kecil-kecil agar proses dekomposisi lebih cepat. 2. Campurkan sampah organik basah (seperti kulit buah) dan kering (seperti daun kering) dalam perbandingan 2:1.
3. Taburkan starter kompos di atasnya (opsional).
4. Jika terlalu kering, semprotkan air hingga lembap (tidak basah kuyup).
Kotak/ember lapisan bawah: dibiarkan kosong dengan diberi kran air.
Untuk pemeliharaan, Bram menjelaskan perlu dilakukan aerasi atau mengaduk bahan secara berkala (2–3 kali seminggu) agar tercampur dengan baik dan mencegah bau. “Sampah organik di bagian atas ember juga perlu dijaga kelembapannya dengan menambahkan air atau bahan kering sesuai kebutuhan,” jelas Bram Azzaino.
Untuk pengendalian bau tidak sedap yang muncul, Bram menyarankan menambahkan bahan kering seperti serbuk gergaji, tanah, atau daun kering. “Untuk pemanenan kompos padat bisa dilakukan setelah 4–8 minggu tergantung kondisi. Kompos siap dipanen jika sudah berwarna gelap, remah, dan tidak berbau,” tutur Bram Azzaino.
Sedangkan pupuk cair atau lindi yang terkumpul di lapisan bawah bisa diambil melalui keran. “Encerkan dengan air dalam perbandingan 1:10 sebelum digunakan sebagai pupuk tanaman,” kata Bram Azzaino.
Kompos padat yang dihasilkan bisa digunakan sebagai pupuk organik untuk memperbaiki struktur tanah. Sedangkan pupuk cair bisa digunakan untuk penyemprotan daun atau penyiraman tanaman. “Metode ini tidak hanya mengurangi sampah rumah tangga, tetapi juga menghasilkan produk bermanfaat untuk keperluan berkebun,” pungkas Bram Azzaino.
Sementara itu, setiap peserta pelatihan ini juga mendapatkan bantuan komposter susun untuk digunakan di rumah dan/atau sekolah masing-masing peserta. Sedangkan peserta pelatihan ini berasal dari SMPN 5, SMPN 44, SMPN 57, SDN Sidotopo I, SDN Sidodadi I, SDN Sidodadi II, SDN Ujung IX, SDN Petemon X, SDN Pakis VIII, SDN Pacarkeling I, SDN Kaliasin I dan SMPN 8 Surabaya. (*)
Penulis: Mochamad Zamroni
Sayang sekali bunda tidak bisa ikut karena kerja Dan Cecil sekolah.
mengolah sampah organik untuk dijadikan kompos sangat berguna sekali untuk membantu pengurangan sampah rumah tangga apalagi banyak metode/cara sehingga dengan mudah melakukannya
Aku Cecilia Farah Calysta siswi dari Smpn43 judul proyek Pjka peduli jelantah kita bisa dengan no peserta 980
Mengapa minyak jelantah karna pengolahan limbah minyak jelantah bisa berdampak positif terhadap pengurangan limbah B3 bahan bahaya beracun
Kebetulan di rumah, sejak beberaoa bulan lalu Aku juga menggunakan komposter susun atau ember tumpuk untuk pengomposan sampah organik rumah tangga. Betul sekali dg komposter ember tumpuk bisa menghasilkan pupuk padat dan cair (air lindi) 😊
By Princess Zelda Ilmiah