ANGGRIYAN PERMANA, Aktivis Senior Tunas Hijau

Keisengannya untuk menolong Tunas Hijau menanam pohon di sekolahnya, SMAN 11 Surabaya, pada 2008 menjadi pemicu perubahan sudut pandangnya terhadap lingkungan 180 derajat. Pembiasaan membuang sampah pada tempatnya memang sudah diterapkannya sejak SD, namun pembiasaan lainnya baru diterapkannya sejak mengenal Tunas Hijau kali pertama. Dialah Anggriyan Permana, aktivis senior Tunas Hijau, yang saat ini menempuh pendidikan S1 di jurusan Komunikasi.

Momen terpenting yang sangat diingatnya adalah saat dirinya bersama beberapa teman lainnya diajak oleh Mochamad Zamroni, aktivis senior Tunas Hijau, membantunya membawa pohon untuk sekolahnya. “Saya kira dulu hanya minta untuk dibawakan pohonnya. Eh ternyata disuruh nanam sekalian. Ya saya tanam pohonnya. Kalau saja saya waktu itu menolak menanam pohon, sekarang pasti saya tidak bergabung di Tunas Hijau,” ujar aktivis kelahiran 7 Maret 1991.

Sejak saat itu, kegiatan lingkungan menjadi salah satu prioritasnya untuk dilakukan di dalam maupun di luar sekolah. Di dalam sekolah, bersama dengan beberapa teman yang lainnya, “Traktor”, sapaan akrabnya, bisa membawa nama sekolahnya mendapat predikat Sekolah Adiwiyata tingkat kota kala itu.

“Kami pernah hingga menginap di sekolah (SMAN 11 Surabaya) untuk membuat taman. Karena tindakan kami itu, kepala sekolah memberi kami beasiswa bebas SPP penuh sampai kelas 3,” ujar Anggriyan. Selalu berusaha dan fokus pada satu bidang yang disuka, untuk melakukan apa yang disuka dengan sesenang hati, diperlukan ketenangan dan kenyamanan.

“Kalau kita memang menyukai apa yang kita lakukan dari dalam hati, maka sebesar apapun hambatan yang menerjang, kita akan selalu menemukan jalan keluar untuk mengatasinya.” ujar aktivis yang berkampus di UNTAG. Jurnalisme menjadi bidang yang ditekuni atau fokus sekaligus passionnya.

Pengalaman yang tidak pernah dilupakan aktivis yang mempunyai rumah di Jalan Karangpoh III no 16 adalah bisa berkeliling Indonesia seperti Malang, Bandung dan Jakarta, bertemu dengan orang-orang baru dan mampu mengajak mereka untuk peduli terhadap lingkungan secara berkelanjutan.

“Hanya karena saya fokus pada kegiatan lingkungan dan jurnalisme lingkungan, saya pernah mendapat kesempatan ke Australia dua kali dalam dua tahun yakni tahun 2014 dan 2015,” ucap Traktor.

Tahun 2014, kali pertama pengalamannya pergi ke luar negeri, terutama mengikuti rangkaian kegiatan dan konferensi lingkungan internasional selama 10 hari dan berlanjut hingga total sebulan di negeri itu. Selama berada di negeri Kanguru, banyak pengalaman dan pembelajaran lingkungan didapatinya.

“Selama di Ausie, saya benar-benar belajar tentang pengelolaan lingkungan hidup yang ada disana dari level rumah, sekolah hingga kota,” terang mahasiswa semester 4. Dirinya mendapat kesempatan untuk mempresentasikan “Surabaya Dreaming” saat konferensi lingkungan internasional untuk anak-anak.

Tidak hanya itu, aktivis yang mempunyai hobi travelling ini juga berkesempatan untuk mempresentasikan tentang Tunas Hijau di hadapan Konsulat Jendral RI di Perth. “Wah, rasanya sungguh luar biasa bangga bisa bertemu dengan Konjen RI apalagi menyampaikan program-program lingkungan dari Tunas Hijau,” ujarnya.

Hidup di negeri Kanguru selama satu bulan penuh menjadi salah satu cerita seru yang tidak bisa dilupakannya. Alasannya, dirinya masih belum fasih untuk berkomunikasi dengan lembaga lingkungan hidup Millennium Kids di Perth dan anak-anak sekolah disana.

“Selama satu bulan di Australia 2014, saya merasa seperti magang, karena banyak pembelajaran mengenai menajemen resiko yang belum diterapkan di Surabaya saya dapatkan dari mereka,” jelas direktur Surabaya Eco School 2012 dan Surabaya Eco School 2014 itu.

Menunda pekerjaan dan mempunyai sifat “moody” pasca kegiatan menjadi momok yang harus dikalahkannya. Pasalnya, hal yang paling sering dilakukan setelah mendapatkan tugas adalah menunda untuk dikerjakan nanti atau besok.

“Salah satu kelemahan yang sampai sekarang saya lawan adalah menunda pekerjaan dan sifat moody saya. Kadang kala saya malas untuk mengerjakan pekerjaan. Tetapi dengan tekanan yang tepat, kelemahan itu bisa dikendalikan dengan sendirinya,” ujar Anggriyan Permana yang hingga saat ini mengaku masih jomblo ini. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *