Perjalanan Finalis PangPut LH 2009 Malang Raya Di TPA Supit Urang
Malang-Udara sejuk Kota Malang mengiringi keberangkatan 29 (dua puluh sembilan) finalis pangeran dan puteri ingkungan hidup Malang raya 2009 saat mengikuti masa karantina selama 3 hari 2 malam di Coban Rondo, Kabupaten Malang, Jumat (11/12). Sebelum menuju ke Coban Rondo, terlebih dahulu rombongan finalis berkunjung ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Supit Urang, Kota Malang. Selama perjalanan, canda gurau dan nyanyian para finalis pangeran dan puteri lingkungan hidup nyaris tidak pernah berhenti. Canda ini menjadikan suasana selama perjalanan lebih menyenangkan.
Sesaat setelah bis yang membawa rombongan finalis tiba di TPA Supit Urang, bau sampah mulai tercium hidung para finalis. Cuaca cukup panas menyambut rombongan yang tiba di lokasi. Namun cuaca panas itu tidak membuat para finalis patah semangat untuk belajar tentang sampah dan pengolahannya. Untungnya para finalis telah membekali diri mereka dengan masker. Meskipun tidak cukup kuat menghalau bau sampah, minimal dapat menguranginya. Di TPA Supit Urang, rombongan finalis dipandu oleh salah seorang petugas TPA.
Berbagai pertanyaan dilontarkan finalis pangeran dan puteri lingkungan hidup tentang TPA tersebut. Salah satunya seperti yang ditanyakan oleh Aldiansyah Hakim. “Mengapa lokasi TPA dipilih disini?” tanya Aldi. Menurut Achmad, petugas TPA Supit Urang, lokasi yang dipilih sengaja di daerah yang jauh dari pemukiman. Tujuannya tidak mengganggu warga karena bau sampah cukup mengganggu. “Agar baunya tidak mengganggu warga, makanya kami pilih lokasi yang jauh dari pemukiman. Selain itu juga lahan yang tersedia hanya di daerah ini,” ujar Achmad.
TPA yang terletak di Kecamatan Sukun, Kota Malang ini, sudah beroperasi sejak tahun 70-an. TPA yang didanai oleh pemerintah ini mempunyai 4 zona pembuangan sampah. Dari 4 zona yang ada, hanya zona 4 saja yang beroperasi, karena zona 1-3 sudah penuh dengan tumpukan sampah. Selama ini upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah hanya sebatas menutup tumpukan sampah yang baru datang. Penutupan dilakukan karena baunya cukup mengganggu apabila dibiarkan terbuka tanpa ada yang menutupnya. Upaya tersebut merupakan cara yang paling banyak digunakan oleh kota-kota besar di Indonesia yang disebut dengan metode Sanitary Landfill. Selain itu agar tidak terlalu banyak menghasilkan larva lalat, biasanya setiap bulan sekali, sampah itu disemprot memakai anti lalat oleh petugas.
Selain menggunakan metode Sanitary Landfill, TPA Supit Urang juga berusaha mengurangi volume sampah basah yang diubah menjadi kompos. TPA juga menggantungkan pemulung untuk mengurangi volume sampah kering yang setiap hari diambilnya. Meskipun setiap hari puluhan pemulung tersebut memilah sampah, namun tidak lantas mengurangi jumlah sampah yang ada di TPA Supit Urang, karena jumlah antara yang diambil dengan jumlah sampah yang datang sangat berbeda.
Ketika disinggung mengenai suka duka selama bergelut dengan sampah, Achmad mengatakan bahwa yang paling sulit adalah ketika musim hujan. Selain karena mobil pengeruk sampah tidak bisa beroperasi optimal, air sampahnya juga meluber kemana-mana. “Saat musim hujan, air sampah atau biasa disebut lindi biasanya mengalir kemana-mana. Sedangkan ketika musim kemarau, kebakaran sampah menjadi hal sangat wajar di TPA ini,” kata Achmad. (taza)