Perumusan 42 Besar RW Pada Program Surabaya Berbunga 2009

Surabaya- Pemilihan empat puluh dua rukun warga (RW) dari 100 RW pada program Surabaya Berbunga 2009 telah usai dilakukan oleh Tim Juri Surabaya Berbunga 2009, Senin (23/11). Tim juri yang terdiri dari Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Surabaya, Dinas Kehutanan Kota Surabaya, PKK Kota Surabaya, Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya, Uli Peduli dan Tunas Hijau selesai menjaring 42 RW dari 100 RW. Penjurian tersebut dilangsungkan selama 5 hari yakni mulai tanggal 16-21 Nopember 2009.

Berbagai temuan berhasil dirangkum oleh Tunas Hijau selama pelaksanaan penilaian tersebut, diantaranya masih banyak kampung yang menganggap bahwa program Surabaya Berbunga 2009 ini penilaiannya hanya seputar penghijauan atau banyaknya tanaman dalam wilayahnya. Padahal maksud tema bunga yang diangkat pada program ini adalah sebagai kelanjutan dari upaya pengolahan sampah basah yang telah dilakukan oleh kampung-kampung Green And Clean sebelumnya. Hasil pengolahan sampah basah seperti pupuk diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memupuk tanaman atau bunga yang ada di kampung tersebut.

Menurut Adetya Firmansyah, dari kebanyakan kampung yang telah dinilai, sebagian besar hanya mengandalkan penghijauannya saja. Hal ini sangat dirasa ketika menilai kampung yang baru tahun ini mengikuti program Surabaya Green & Clean. ”Masih banyak kampung yang sistem pemilahan sampahnya kurang. Bila pemilahan sampah masih kurang, apalagi pengolahannya, pasti ya kurang,” ujar Adetya. Kalaupun ada, kampung yang pemilahan sampahnya masih kurang tetapi mempunyai hasil kerajinan daur ulang dari sampah, mestinya hal itu dicurigai bahwa kerajinan tersebut dibuat secara kilat. Atau dengan kata lain, kerajinan tersebut dibuat ketika mendekati lomba.

Selain penemuan tersebut, Tunas Hijau juga menyimpulkan bahwa program Surabaya Berbunga 2009 masih merupakan program bagi kalangan tertentu yakni ibu-ibu dan bapak-bapak, bukan merupakan program anak-anak dan remaja. Hal ini dapat dilihat dari wilayah yang didatangi oleh tim juri, hampir semua yang mendampingi tim juri adalah ibu-ibu dan bapak-bapak. Bahkan ada di beberapa wilayah yang sengaja untuk ”menyimpan” anak-anaknya di dalam rumah ketika tim juri datang.

”Secara tidak langsung, program ini tidak melibatkan seluruh elemen masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Masih ada batasan masing-masing wilayah untuk melibatkan anak-anak dan remaja, meskipun di sebagian wilayah sudah ada kontribusi remaja,” ujar aktivis Tunas Hijau Narendra. Adetya menambahkan, seandainya ada salah satu wilayah yang menjadi pendamping tim juri adalah anak-anak, sangat mungkin hal itu menjadi ciri khas kampung tersebut. ”Sudah banyak kader lingkungan hidup yang ibu-ibu, tapi masih sangat sedikit kader lingkungan hidup itu yang anak-anak dan remaja,” tandas Adetya. (det)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *