Dinamika Masyarakat Jogjakarta
Kota Jogjakarta merupakan kota yang memiliki julukan sebagai kota pelajar dan gudeg sebagai makanan khasnya. Selain memiliki pelajar yang disiplin terhadap waktu masyarakat kota ini juga peduli terhadap lingkungan hidup. Kepedulian lingkungan hidup ternyata telah diajarkan sejak dini. Diawali dengan membiasakan membuang sampah pada tempatnya membuat kota Gudeg ini terlihat cukup bersih di setiap sudutnya.
Berbeda dengan masyarakat perkotaan pada umumnya, kota Jogjakarta memiliki kebiasaan unik yaitu membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya. Akbar wahyudono dan Anggriyan Permana aktivis Tunas Hijau mencoba menelusuri pagi di kota Jogja di pagi hari, Minggu (14/11) pagi. Ketika melintas di depan benteng Vreedeburg, kami menemukan salah seorang wisatawan local yang bukan dari Jogjakarta membuang sampah sembarangan. Tak lama kemudian pemuda tersebut mendapat teguran dari nenek-nenek yang kebetulan melintas. “Nak,ojo sembarangan nek mbuak sampah nggih, teng mriku enten tempat sampah (Jangan membuang sampah sembarangan. Di situ ada tempat sampah),” ucap nenek tersebut.
Hal berbeda juga ditemukan ketika mengamati setiap sudut rumah yang dilewati saat kembali perjalanan menuju posko sementara Trash To Cash For Merapi di Jogjakarta. Lahan-lahan yang masih kosong, dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk tanaman. Hal ini berbeda dengan masyarakat perkotaan umumnya yang jarang memanfaatkan untuk penghijauan.
Di sudut lain, masyarakat kota Jogjakarta juga memanfaatkan transportasi umum sebagai transportasi dalam kehidupan sehari-hari. “Mung 3000 rupiah wes iso neng ndi-ndi (Hanya 3000 rupiah sudah bisa kemana-mana),” ucap Diofan, aktivis Tunas Hijau yang mahasiswa UGM Fakultas Kehutanan asal Surabaya dengan logat khas Jogjakarta. Contoh perilaku masyarakat kota Jogjakarta seperti ini sangatlah baik karena di sisi lingkungan hidup. Mereka telah mengurangi gas CO2 yang juga salah satu penyebab pemanasan global. (akbar)