Menjaga Alam dengan Kearifan Lokal: Rimbo Larangan Suku Rejang Bengkulu
Masyarakat adat Suku Rejang yang mendiami wilayah pegunungan di Bengkulu memiliki kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun dalam menjaga lingkungan. Salah satu bentuk kearifan tersebut adalah sistem pengelolaan hutan adat yang dikenal dengan sebutan rimbo larangan. Sistem ini bukan hanya simbol tradisi, melainkan strategi nyata dalam mencegah bencana ekologis seperti longsor dan banjir.
Rimbo larangan secara harfiah berarti “hutan yang dilarang”. Dalam praktiknya, kawasan ini adalah hutan adat yang tidak boleh ditebang, dibuka, atau dieksploitasi tanpa izin dari pemangku adat. Aturan tersebut dijaga ketat oleh masyarakat, dan pelanggaran terhadapnya bisa dikenai sanksi adat yang berat. Kawasan ini biasanya mencakup lereng bukit, hulu sungai, dan zona rawan longsor.
Sistem rimbo larangan merupakan bentuk kesadaran ekologis masyarakat Rejang terhadap pentingnya menjaga keseimbangan alam. Mereka memahami bahwa pembukaan hutan secara sembarangan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Akar pepohonan di rimbo larangan berfungsi menahan tanah dan menyerap air, mencegah erosi dan aliran air berlebih yang bisa menyebabkan banjir.
Pengelolaan hutan ini bersifat kolektif. Setiap warga adat bertanggung jawab untuk memelihara kawasan larangan tersebut. Selain itu, pemangku adat dan tokoh masyarakat memainkan peran penting dalam mengawasi, mengedukasi, dan menegakkan aturan yang sudah disepakati. Tidak jarang, anak-anak dan generasi muda dilibatkan dalam kegiatan menjaga dan membersihkan kawasan hutan secara berkala.
Hutan adat juga menjadi sumber air bersih bagi desa-desa di sekitar. Banyak mata air yang berasal dari kawasan rimbo larangan, dan masyarakat sangat menghormatinya. Mereka percaya bahwa merusak hutan berarti mengganggu keseimbangan hidup secara keseluruhan, termasuk rusaknya sumber air yang menjadi kebutuhan pokok.
Keberadaan rimbo larangan menjadi bukti bahwa kearifan lokal bisa berjalan seiring dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Suku Rejang tidak hanya mempertahankan identitas budaya mereka, tetapi juga memberikan kontribusi besar dalam pelestarian lingkungan hidup. Ini menjadi contoh praktik baik yang patut diapresiasi dan dijadikan inspirasi.
Dalam beberapa kasus, rimbo larangan bahkan terbukti mampu mengurangi dampak bencana yang melanda daerah lain. Ketika hujan deras mengguyur wilayah Bengkulu, desa-desa yang masih memiliki rimbo larangan di sekitar mereka cenderung lebih aman dari longsor dan banjir bandang. Hal ini memperkuat keyakinan bahwa menjaga hutan bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama.
Namun demikian, tantangan tetap ada. Perambahan hutan, tekanan pembangunan, dan perubahan gaya hidup perlahan mulai mengancam eksistensi sistem rimbo larangan. Oleh karena itu, dukungan dari berbagai pihak—termasuk pemerintah, akademisi, dan masyarakat luas—sangat penting agar kearifan lokal ini tetap lestari.
Pendidikan menjadi salah satu kunci utama dalam melestarikan nilai-nilai adat ini. Generasi muda perlu dibekali pemahaman tentang pentingnya rimbo larangan, tidak hanya sebagai warisan budaya, tetapi juga sebagai solusi nyata menghadapi krisis iklim dan bencana alam. Melalui integrasi antara pengetahuan lokal dan ilmu modern, harapan akan masa depan yang lestari bisa terwujud.
Rimbo larangan bukan hanya milik Suku Rejang—ia adalah pelajaran bagi seluruh bangsa tentang bagaimana manusia bisa hidup selaras dengan alam. Menjaga hutan bukan sekadar tindakan ekologis, tapi juga spiritual dan budaya. Suku Rejang telah membuktikan bahwa melindungi alam bisa dimulai dari rumah sendiri, dengan aturan adat dan hati yang bijak. (Mochamad Zamroni)
Keterangan foto: Suku Rejang Bengkulu dalam salah satu ritual adatnya
✨️Kearifan lokal budaya Indonesia memang patut dilestarikan. Terima kasih ilmu pengetahuannya, jd menambah wawasan sy.
🌱Fathan Alby A – SDN Banyu Urip 3 Surabaya – No.5 – Saat ini proyek yg sy kembangkan yaitu pengolahan minyak jelantah menjadi sabun mandi anti nyamuk, tentunya ramah lingkungan, bernilai ekonomis, & dpt mengurangi limbah rumah tangga.