Pembangunan Fisik Sekolah Menjadi Kendala Keberlanjutan Program LH di SMP 20

Surabaya- Dalam kurun waktu sebelas bulan terakhir, sudah dua kali tim lingkungan hidup SMP Negeri 20 Surabaya panen kompos. Kompos yang dihasilkan tidak sampai hitungan ton atau kwintal, hanya puluhan kilogram saja. Maklum, selama itu mereka melakukan pengolahan sampah organik dengan menggunakan enam keranjang komposter (Takakura). Tidak terlalu banyak. Namun, suatu bukti bahwa komposter bantuan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya tetap dioperasikan. Data ini disampaikan tim hijau SMP Negeri 20 saat pembinaan lingkungan hidup bersama Tunas Hijau, Jumat (7/5).

Pada pembinaan ini 50 peserta dibagi menjadi lima kelompok. Masing-masing kelompok diminta mendiskusikan permasalahan lingkungan hidup yang terjadi di sekolah. Diantara permasalahan yang menjadi sorotan mereka adalah adanya ruangan kelas yang saat terang dengan pencahayaan alami namun masih menggunakan lampu. “Perilaku siswa khususnya putra di kamar mandi juga banyak yang jorok. Banyak yang tidak mau menyiram setelah buang air kecil dan besar. Hal ini malah mengakibatkan semakin banyak air yang digunakan untuk membersihkan setelahnya,” kata Achmad Syaifudin membacakan temuan kelompoknya.

Kurangnya penyuluhan lingkungan hidup kepada warga sekolah khususnya siswa juga tidak luput menjadi sorotan. Minimnya penyuluhan ini menyebabkan pengetahuan lingkungan hidup mereka terbatas. “Makanya, kami meminta Tunas Hijau bisa lebih mengintensifkan lagi pembinaan lingkungan hidup di SMP Negeri 20 Surabaya ini. Agar semakin banyak warga sekolah ini yang peduli lingkungan hidup,” ungkap salah satu siswa perempuan peserta pembinaan.

Proses pembangunan fisik sekolah yang dilakukan pada semester satu tahun ajaran 2009-2010 juga dijadikan salah satu kekurangan lingkungan hidup di sekolah yang berlokasi di kawasan Sambikerep Surabaya Barat itu. “Pelestarian lingkungan hidup di sekolah menjadi kurang karena terbentur pembangunan fisik sekolah. Banyak debu-debu dan polusi udara dari sisa pembangunan fisik sekolah yang belum terselesaikan. Taman-taman kelas yang semula juga banyak yang rusak dan tidak terawat sebagai akibatnya,” kata Achmad Syaifudin. (roni)