Urban Farming di Pesantren Nurul Hidayah
SURABAYA- Pondok Pesantren Nurul Hidayah Surabaya mempunyai lahan yang cukup luas. Meski berada di tengah perkampungan, pesantren yang memiliki santri berjumlah 30 ini mampu menjual daun pisan dan buah blimbing wuluh untuk ditukar dengan sayur dan bumbu di pasar dekat pesantren.

Lahan yang luas di dekat sumur juga telah diolah menjadi tempat pembibitan kangkung, terung dan lombok. Banyaknya tanaman luntas juga dijadikan sebagai pagar tanaman hidup selain fungsinya sebagai sayur kulub untuk menu makan malam para santri. Santri yang mondok/menginap berusia TK hingga SMP.
Pesantren yang terletak di daerah Karangpoh ini juga memiliki berbagai tanaman buah seperti mangga, kelengkeng dan pisang. Agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman kelengkeng, pesantren ini juga telah melakukan pencangkokan tanaman mangga. Ada 5 batang yang telah dicangkok.
“Bila sudah keluar akar, rencananya kelima cangkokan tersebut akan ditanam di daerah lingkungan pondok. Baru setelah itu pohon mangganya akan ditebang,” terang Sulistyowati, pengurus pesantren, kepada Tunas Hijau saat pembinaan lingkungan hidup Eco Pesantren bersama Tunas Hijau, Senin (18/3). Pesantren ini juga menggratiskan para santri yang ingin belajar Islam.
Untuk membatasi air wudhu, pihak pesantren menyediakan 3 kendi ukuran besar sehingga para santri tidak boros air. Air wudhu tersebut mengalir ke luar lingkungan pesantren. Para santri umumnya berasal dari daerah sekitar pesantren seperti Balongsari, Banyu Urip dan Simogunung. Mereka datang ke pesantren setiap ba’da ashar diantar oleh para orang tua. Namun ada juga yang datang sendiri menggunakan sepeda onthel. Walau banyak yang sistem ngalong (istilah pesantren untuk santri yang tidak menginap), pengurus juga telah menyediakan 6 kamar tidur.
Kamar mandi yang berjumlah 3 terletak di dekat sumur. Pengurus pesantren berjumlah 20 orang. Kegiatan mengaji Al-Quran dilakukan bada ashar hingga menjelang maghrib. Walau memiliki halaman yang luas dengan banyak tanaman, namun Tunas Hijau tidak menemukan tempat sampah. Sampah hanya dibuang begitu saja di halaman pesantren sehingga tidak heran bila sampah plastik juga ditemukan di daerah pembibitan.
Pentingnya pemilahan sampah disampaikan Tunas Hijau pada pembinaan ini. “Kalau sampah plastik bercampur tanah, maka bahan kimia yang ada dalam plastik akan terurai di tanah sehingga dapat mempengaruhi kualitas tanaman. Jadi, harus diambil,“ ujar Rakhmah Ananda Nur Fadlilah, aktivis Tunas Hijau. (ella)