Perubahan Iklim Tingkatkan Risiko Pesawat Tabrak Burung
Perkembangan teknologi pesawat telah mengurangi kecelakaan penerbangan, namun tantangan baru muncul akibat perubahan iklim yang mempengaruhi migrasi burung.
Pada Desember 2024, pesawat Jeju Air mengalami kecelakaan fatal di Bandar Udara Muan, Korea Selatan akibat tabrakan burung, mengakibatkan 181 korban jiwa. Insiden serupa terjadi pada Januari 2025 dengan Air New Zealand di Selandia Baru dan Lion Air di Indonesia, meskipun yang terakhir berhasil mendarat dengan selamat tanpa korban.
Penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim mengubah pola migrasi burung, menyebabkan waktu migrasi yang tidak teratur dan meningkatkan peluang tabrakan dengan pesawat.
Studi terbaru oleh British Ecological Society mengidentifikasi puncak gangguan burung pada Agustus di belahan bumi utara dan April di belahan selatan. Faktor lingkungan seperti fluktuasi suhu dan stabilitas termal di lautan turut mempengaruhi migrasi burung.
Untuk mengurangi risiko ini, para ahli menyarankan keterlibatan petugas satwa liar dalam upaya mitigasi, penyesuaian strategi berdasarkan spesies burung, serta standarisasi pelaporan insiden tabrakan burung secara global.
Selain itu, manajemen habitat di sekitar bandar udara dan desain pesawat yang lebih tahan banting terhadap tabrakan burung menjadi langkah penting. Dengan perubahan iklim yang terus berlangsung, adaptasi strategi penerbangan menjadi krusial untuk keselamatan penerbangan.
Sumber: Natgeo