Tuberkulosis: Penyebab, Dampak dan Upaya Pencegahan
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini terutama menyerang paru-paru, tetapi dapat menyebar ke organ lain seperti otak, tulang, dan ginjal.
TBC menyebar melalui udara saat penderita batuk atau bersin, sehingga orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah lebih rentan terinfeksi. Meskipun berbahaya, TBC dapat disembuhkan dengan pengobatan yang tepat dan teratur.
Penderita TBC umumnya menunjukkan gejala seperti batuk berdahak selama lebih dari dua minggu, sering kali disertai darah, sesak napas, nyeri dada, penurunan berat badan drastis, demam berkepanjangan, berkeringat di malam hari, dan mudah lelah.
Jika tidak ditangani dengan baik, infeksi ini bisa semakin parah dan berisiko menular ke orang lain. Oleh karena itu, penting bagi siapa pun yang mengalami gejala tersebut untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.
Menurut data terbaru, Indonesia termasuk dalam negara dengan jumlah kasus TBC tertinggi di dunia. Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2023 Indonesia berada di peringkat kedua dengan jumlah penderita TBC sekitar 1 juta kasus setiap tahunnya.
Secara global, diperkirakan sekitar 10 juta orang terinfeksi TBC setiap tahun, dengan angka kematian mencapai 1,5 juta jiwa. Jika dibandingkan dengan penyakit menular lainnya, TBC masih menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia, mengalahkan HIV/AIDS dan malaria.
Tantangan utama dalam pengobatan TBC adalah kepatuhan pasien dalam menjalani terapi. Pengobatan TBC membutuhkan waktu minimal enam bulan, bahkan bisa lebih lama tergantung jenis TBC yang diderita.
Pada kasus TBC biasa (sensitif obat), pengobatan terdiri dari dua fase, yaitu fase intensif selama dua bulan dengan kombinasi obat rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol, diikuti fase lanjutan selama empat bulan dengan rifampisin dan isoniazid.
Bagi penderita TBC resisten obat (TBC RO), pengobatan bisa berlangsung hingga 9-24 bulan dengan obat-obatan tambahan seperti levofloksasin, bedaquiline, dan linezolid. Seluruh obat ini dapat diperoleh secara gratis melalui program nasional penanggulangan TBC yang disediakan oleh pemerintah melalui puskesmas, rumah sakit, dan layanan kesehatan lainnya.
Kepatuhan dalam mengonsumsi obat sangat penting bagi penderita TBC agar bakteri benar-benar hilang dari tubuh. Jika pasien tidak mengikuti aturan minum obat, seperti berhenti sebelum waktunya atau melewatkan dosis, maka bakteri dapat menjadi kebal terhadap obat (resisten).
Akibatnya, penyakit semakin sulit diobati dan memerlukan terapi yang lebih panjang serta obat yang lebih kuat dengan efek samping yang lebih berat. Oleh karena itu, penderita TBC dianjurkan untuk disiplin dalam menjalani pengobatan dan mengikuti arahan tenaga medis agar dapat mencapai kesembuhan total.
Meskipun begitu, peluang kesembuhan bagi penderita TBC cukup tinggi jika mereka menjalani pengobatan dengan disiplin. Dengan pengobatan yang tepat dan teratur, lebih dari 85% pasien TBC dapat sembuh total. Selain itu, deteksi dini dan akses pengobatan yang mudah juga sangat membantu dalam menekan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit ini.
Pencegahan TBC dapat dilakukan dengan beberapa langkah, seperti vaksinasi BCG yang diberikan sejak bayi, menerapkan pola hidup sehat, menjaga kebersihan lingkungan, serta menghindari kontak langsung dengan penderita aktif.
Selain itu, penderita TBC juga harus menerapkan etika batuk yang benar, seperti menutup mulut dengan tisu atau lengan bagian dalam saat batuk, serta rutin memakai masker untuk mencegah penularan ke orang lain. Dengan kerja sama semua pihak, diharapkan angka kejadian TBC dapat ditekan dan Indonesia semakin dekat menuju eliminasi TBC pada tahun 2030.