SDN Tulungrejo 4 Kota Batu Dengan Potensi Kawasan Pegunungan Yang Belum Tergarap Peninjauan Tim Evaluasi Adiwiyata Jawa Timur
Hawa sejuk masih terasa pagi itu, Rabu (25/2), di SDN Tulungrejo 4 Kota Batu. Padahal, jam saat itu menunjukkan pukul 10.00 wib ketika tim evaluasi Adiwiyata Jawa Timur meninjau setiap sudut sekolah yang berada diantara Gunung Panderman, Gunung Arjuno dan Pegunungan Anjasmoro. Sepanjang mata memandang jauh keluar sekolah, yang nampak adalah barisan pegunungan itu.
SDN Tulungrejo 4 Kota Batu tergolong sekolah yang memiliki tanah tanpa bangunan yang luas. Sebagian dari tanah itu, tepatnya 1600 meter persegi, telah dimanfaatkan untuk kebun sekolah. Jenis tanaman yang ditanam di kebun sekolah ini hampir selalu sejenis. Saat ini tanaman yang ada adalah kentang. Tanaman jenis lain yang pernah ditanam di kebun sekolah adalah kubis, wortel, bawang merah dan bawang putih.
Kebun sekolah itu dijadikan sebagai sarana pembelajaran lingkungan hidup oleh para siswa. Dengan bimbingan guru, para siswa dijadwalkan bercocok tanam sekali dalam seminggu. Biasanya pada saat pelajaran lingkungan hidup dan ilmu pengetahuan alam. Aktivitas yang dilakukan di kebun sekolah tidak bedanya dengan para petani di sawah. Hanya intensitas mereka melakukannya yang sedikit lebih jarang. Pun tidak ada aktivitas penyiapan lahan yang layaknya dilakukan petani yang kebanyakan orang dewasa.
Ciri khas Kota Batu yang identik dengan aneka tanaman bunga cukup nampak di sekolah yang berada di Jl. Raya Wonorejo, Dusun Wonorejo, Kecamatan Batu ini. Ditambah banyak pepohonan pelindung berukuran besar membuat segar udara di sekitar sekolah. Adanya kolam ikan di lapangan tengah sekolah menambah betah tamu dari luar sekolah untuk berlama-lama tinggal di sekolah. Demikian juga para siswa yang merasa betah berlama-lama tinggal di sekolah.
Berada di daerah pegunungan dengan sarana pendukung cukup memadai, seyogyanya sekolah ini memiliki ciri khas yang tidak akan dimiliki oleh sekolah lain. Namun, potensi yang ada masih belum dikembangkan optimal. Diantaranya karena belum ada pembatasan pola konsumsi di sekolah ini. Memang, di sekolah ini tidak nampak ada penjual makanan dan minuman seperti layaknya sekolah di daerah perkotaan. Namun, kantin sekolah masih menjual makanan dan minuman berbungkus plastik. Alhasil, sampah plastik mudah ditemukan di sekolah.
Pemilahan sampah di sekolah ini juga masih belum optimal. Warga sekolah masih membuang sampahnya tanpa memperhatikan jenis sampah organik atau non organik. Pesan-pesan lingkungan hidup juga masih kurang di luar dan di dalam ruangan kelas. Sementara itu, pengolahan sampah organik ternyata malah menerapkan cara seperti di daerah perkotaan yang sedikit tanah, yaitu dengan menggunakan tong komposter. Mestinya pengolahan sampah organik yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan lahan tanah yang luas itu. Bisa dengan membuat kubangan tanah atau sumur-sumur biopori.
Isu-isu lokal yang sering dijumpai di Kota Batu juga belum diajarkan pada pembelajaran lingkungan hidup di sekolah. Isu-isu lokal tersebut diantaranya seringnya longsoran kecil di lereng-lereng pengunungan di sekitar sekolah. Ada maraknya penggunaan pupuk kimia daripada penggunaan pupuk kompos atau pupuk alami yang belum dijadikan isu lokal. Ada banyak berkurangnya sumber mata air di kecamatan setempat yang konon mencapai 57 mata air, yang juga belum dijadikan isu pembelajaran di sekolah. (roni)